Jumat, 25 Mei 2012

Manajemen Pengelolaan Museum Radya Pustaka Surakarta

Latar Belakang Sejak dipopulerkannya slogan “SOLO sebagai ECO-CULTURAL CITY” telah membuat banyak pihak antara lain pemerintah, masyarakat dan swasta untuk membentuk karakter Kota Solo sebagai kota budaya yang berwawasan lingkungan. Banyak bangunan – bangunan yang bernilai sejarah dan berbudaya di Kota Solo yang terus dilakukan perbaikan atau renovasi oleh semua pahak tersebut. Salah satunya adalah Museum Radya Pustaka Surakarta. Museum Radya Pustaka, museum yang didirikan oleh Patih Karaton Surakarta bernama Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV pada tanggal 28 Oktober 1890, semasa pemerintahan Sri Susuhunan Pakoe Boewono IX memegang tampuk pimpinan, hingga penghujung tahun 1990 sudah genap berusia satu abad dan masih berdiri kokoh hingga saat ini. Disebutkan pula bahwa Museum Radya Pustaka konon merupakan museum tertua di Indonesia yang terletak di Jalan Slamet Riyadi, kompleks Taman Sriwedari. Museum ini juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional oleh Kementerian Budaya dan Pariwisata Indonesia. Menurut Undang – Undan No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Tetapi akhir – akhir ini, kondisi museum sangat memprihatinkan dan sangat bertentangan dengan arti dari cagar budaya , Museum yang diresmikan Presiden Soekarno 55 tahun silam itu tak setenar dahulu kala. Sekarang keberadaan museum malah tak banyak membuat para wisatawan untuk tertarik mengunjunginya, padahal tempat wisata lain di Kota Surakarta sedang kebanjiran pengunjung tetapi itu tidak terjadi pada museum Radya Pustaka . Tempat wisata lain mungkin lebih menyuguhkan ketenaran dan atraksi mereka sehingga menjadi lebih menarik pengunjung. Oleh karena itu dengan sedang berkembangnya kota Surakarta di dunia nasional maupun internasional, maka penulis pun ingin merevitalisasi museum Radya Pustaka Surakarta sebagai pusat penelitian dan pendidikan budaya di Jawa Tengah. Mengapa Jawa Tengah? Karena Kota Solo merupakan ikon Kota di Jawa Tengah dan Kebudaayaan Jawanya yang sangat kental berupa peninggalan baik perilaku Jawa maupun benda – benda seni Jawa lainnya terdapat banyak di Kota Surakarta. Selain itu, banyaknya para pelajar ataupun mahasiswa yang ingin belajar mengenai benda budaya Jawa Tengah pada umumnya dan Kota Surakarta pada khususnya tetapi belum mempunyai tempat yang secara khusus disediakan untuk mengenal budaya Jawa Tengah. Para wisatawan asing pun banyak yang datang untuk melihat benda – benda cirri khas budaya Solo tetapi mereka sering kesulitan mencari lokasi yang lengkap untuk mempelajari benda seni dan budaya Solo. Data dan Potensi Definisi museum menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 1995 tentang pemeliharaan dan pemanfaatan benda cagar budaya di museum, museum adalah lembaga tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan bukti-bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.Museum menurut International Council of Museums (ICOM) adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, memperoleh, merewat, menghubungkan, dan memamerkan artefak-artefak perihal jati diri manusia dan lingkungannya untuk tujuan – tujuan studi, pendidikan dan rekreasi. Wawan Yogaswara menyebutkan bahwa persyaratan berdirinya sebuah museum adalah: 1. Lokasi museum Lokasi harus strategis dan sehat (tidak terpolusi, bukan daerah yang berlumpur/tanah rawa). 2. Bangunan museum Bangunan museum dapat berupa bangunan baru atau memanfaatkan gedung lama. Harus memenuhi prinsip-prinsip konservasi, agar koleksi museum tetap lestari. Bangunan museum minimal dapat dikelompok menjadi dua kelompok, yaitu bangunan pokok (pameran tetap, pameran temporer, auditorium, kantor, laboratorium konservasi, perpustakaan, bengkel preparasi, dan ruang penyimpanan koleksi) dan bangunan penunjang (pos keamanan, museum shop, tiket box, toilet, lobby, dan tempat parker). 3. Koleksi Koleksi merupakan syarat mutlak dan merupakan rohnya sebuah museum, maka koleksi harus: (1) mempunyai nilai sejarah dan nilai-nilai ilmiah (termasuk nilai estetika); (2) harus diterangkan asal-usulnya secara historis, geografis dan fungsinya; (3) harus dapat dijadikan monumen jika benda tersebut berbentuk bangunan yang berarti juga mengandung nilai sejarah; (4) dapat diidentifikasikan mengenai bentuk, tipe, gaya, fungsi, makna, asal secara historis dan geografis, genus (untuk biologis), atau periodenya (dalam geologi, khususnya untuk benda alam); (5) harus dapat dijadikan dokumen, apabila benda itu berbentuk dokumen dan dapat dijadikan bukti bagi penelitian ilmiah; (6) harus merupakan benda yang asli, bukan tiruan; (7) harus merupakan benda yang memiliki nilai keindahan (master piece); dan (8) harus merupakan benda yang unik, yaitu tidak ada duanya. 4. Peralatan museum Museum harus memiliki sarana dan prasarana museum berkaitan erat dengan kegiatan pelestarian, seperti vitrin, sarana perawatan koleksi (AC, dehumidifier, dll.), pengamanan (CCTV, alarm system, dll.), lampu, label, dan lain-lain. 5. Organisasi dan ketenagaan Pendirian museum sebaiknya ditetapkan secara hukum. Museum harus memiliki organisasi dan ketenagaan di museum, yang sekurang-kurangnya terdiri dari kepala museum, bagian administrasi, pengelola koleksi (kurator), bagian konservasi (perawatan), bagian penyajian (preparasi), bagian pelayanan masyarakat dan bimbingan edukasi, serta pengelola perpustakaan. Museum Radya Pustaka didirikan pada tanggal 28 Oktober 1890 Masehi atau pada hari Selasa Kliwon tanggal 15 Maulud 1820 Ehe (tahun Jawa) ini menyimpan berbagai koleksi dari R.T.H. Djojohadiningrat II. Beliau adalah pemrakarsa Perkumpulan Paheman Radya Pustaka yang didirikan oleh K.R.A. Sosrodiningrat IV pada saat menjabat sebagai patih di masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwana IX. Di depan gedung, terpajang patung Ranggawarsito, pujangga terkenal keraton Surakarta. Patung ini diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 11 November 1953. Awalnya museum ini berada di salah satu ruang di kediaman KRA Sosrodiningrat IV di Kepatihan yang bernama Panti Wobowo. Kemudian atas prakarsa Paku Buwana X, museum lantas dipindahkan ke Loji Kadipolo pada tanggal 1 Januari 1913. Gedung Loji Kadipolo yang menjadi lokasi museum sekarang ini tanahnya dibeli oleh Sri Susuhunan Paku Buwana X dari seorang Belanda bernama Johannes Buselaar seharga 65 ribu gulden Belanda dengan akta noktaris 13/VII tahun 1877 nomor 10 tanah eigendom. Di halaman depan museum terdapat patung setengah badan R. Ng. Ranggawarsita. Buku karya Ranggawarsita dan pujangga lainnya yaitu Yasadipura yang berisi ungkapan falsafah, tuntunan hidup, kisah raja, sejarah, sastra, dan lainnya terhimpun di museum ini. Museum tersebut memiliki banyak koleksi budaya terutama budaya Jawa Tengah karena merupakan peninggalan kraton Kasunanan. Koleksi tersebut antara lain perangkat gamelan kuno, organ gamelan mirip piano, koleksi uang kuno, kepala perahu kuno, termasuk patung topeng kyai Rajamala, berbagai jenis wayang, berbagai macam kerisaneka macam patung kuno dari batu dan perunggu, bermacam jenis payung dan lain-lainnya dipajang di dalam museum ini. Museum Radaya Pustaka Surakarta pada zaman dahulu adalah museum yang sangat terkenal. Tetapi sekarang pengunjung museum tersebut sangat sepi dibandingkan dengan dahulu. Dengan karcis rata-rata perharinya Radya Pustaka hanya didatangi sekitar 50 pengunjung. Hal itu dikarenakan keberadaan museum yang kurang terawat dengan baik. Lantai dan dindingnya kotor, terkesan tidak terawat. Penataan barang-barang koleksi museum juga tidak rapi dan tidak tertata dengan baik. Masyarakat merasa kurang nyaman kalau berkunjung ke museum ini, karena udara di dalam ruangan yang pengap dan pencahaayaan yang kurang sehingga gelap. Tempat pelestarian benda seni dan budaya itu pun semakin diajuhi oleh kalangan wisatawan. Selain fisik bangunan museum, keberadaan koleksi museum juga terlihat kotor dan semrawut. Bahkan dalam beberapa waktu terjadi tindakan pencurian benda-benda pusaka seperti arca, keris, naskah kuno, dan beberapa benda bersejarah lainnya hingga pemalsuan benda pusaka. Selain itu hampir seluruh koleksi wayang kulit koleksi museum Radya Pustaka Solo diyakini sudah dipalsukan. Koleksi itu meliputi wayang purwa, wayang gedog dan wayang klithik yang jumlahnya mencapai hampir seratus buah. Banyaknaya pencurian dan pemalsuan tersebut dikarenakan karena lemahnya pengelolaan museum, khususnya soal penjagaan dan buruknya kualitas SDM pengelola museum, sehingga setelah diselidiki ternyata kepala museum beserta karyawannya yang terlibat dalam pencurian dan pemalsuan koleksi museum tersebut. Terjadinya persengketaan lahan yang masih berlanjut pun memperburuk citra museum radaya pustaka di kalangan masyarakat. Keberadaan Museum ini dilindungi oleh Undang-Undang Cagar Budaya yang merupakan adaptasi dari Undang-Undang Agraria atau Agrarische Wet 1870 dimana dalam undang-undang tersebut tercantum pasal-pasal tentang perlindungan terhadap hak kepemilikan tanah bagi orang Belanda dan Museum Radya Pustaka termasuk dalam wilayah cakupan undang-undang tersebut karena tanahnya eigendom. Museum Radya Pustaka mendapatkan koleksi-koleksinya dari beberapa sumber antara lain sumbangan dari orang-orang yang peduli terhadap kebudayaan Jawa khususnya, juga dari hasil pembelian, atau ada juga dari hasil penggalian. Museum Radya Pustaka mempekerjakan orang-orang yang ahli dan professional yang dapat melakukan perawatan dan pemeliharaan benda koleksi dengan kesalahan yang minim. Perpustakaan museum di museum sebagai penunjang pembelajaran, pendidikan dan penelitian masih terlihat sangat kecil yaitu dengan memanfaatkan sisi sebelah kiri ruang. Dengan jumlah pengunjung maksimal yang bisa masuk hanya sekitar 10 orang. Dengan begitu maka harus bergantian jika ingin belajar di perpustakaan tersebut. Namun koleksi buku kuno lumayan lengkap dengan tenaga pengajar yang berpengalaman di bidang sejarah dan budaya dapat menunjang dalam kegiatan pembelajaran. Museum Radya Pustaka sangat berperan dalam menjaga kelestarian budaya khususnya budaya Jawa dengan melakukan kegiatan-kegiatan pembinaan masyarakat di bidang budaya, kesenian, ilmu pengetahuan, dan bidang pariwisata. Ketika orang Jawa menganggap budayanya adiluhung, maka museum Radya Pustaka menyikapinya dengan menjadi fasilitas bagi pelestarian benda-benda hasil budaya dan pelestarian kegiatan-kegiatan budaya sehingga orang Jawa khususnya tidak kehilangan jatidirinya sebagai orang Jawa yang berbudaya Jawa. Strategi 1. Mengembalikan keberadaan museum kepada pemerintah karena merupakan cagar budaya atau bekerjasama antara pihak yayasan dan pihak pemerintah dalan pengelolaannya 2. Merevitalisasi dan memelihara bangunan fisik museum baik di luar gedung maupun di dalam gedung secara berkelanjutan 3. Menambah ruang konservasi, ruang audio visual maupun perpustakaan yang dapat menunjang media pembelajaran dan penelitian bagi pelajar, mahasiswa ataupun masyarakat umum. 4. Menambah, menjaga dan merawat koleksi musem Radaya Pustaka dengan dibantu oleh para budayawan terutama koleksi kitab kuno, wayang, gamelan dan batik sebagai warisan budaya dunia. 5. Mempromosikan keberadaan museum sebagai yaitu sebagi pusat penelitian dan pendidikan budaya khusunysa budaya Jawa melalui pemerintah kota, akademisis atau mahasiswa, swasta (budayawan dan LSM lainnya) dan masyarakat Surakarta. Kesimpulan Museum Radya Pustaka seharusnya bisa menjadi pusat pendidikan dan penelitian budaya Jawa. Hal itu dikarenakan banyaknya koleksi benda seni dan budaya Jawa yang berada di museum tersebut. Selain itu letaknya yang berada di Surakarta (sebagai ikon Jawa Tengah) juga akan dapat mengangakat nama museum tersebut ke dunia internasional, sebagaimana Kota Surakarta sudah mendunia. Museum yang telah menjadi cagar budaya tersebut juga perlu dilakukan revitalisasi setelah terjadinya kesepakatan kepemilikan lahan oleh pemerintah supaya kelihatan lebih menarik bagi para pengunjung. Di museum juga perlu ditambahkan mengenai hal – hal yang berkaitan dengan media pembelajaran yaitu ruang perpustakaan yang diperlebar, ruang audio vosual mengenai seni dan budaya, ruang observasi budaya, dan runag pendopo sebagai tempat berkumpul untuk berdiskusi masalah budaya. Perbaikan dan penambahan koleksi museum terutama batik Solo, wayang dan gamelan sebagai warisan budaya dunia menjadi hal yang segera perlu dilakukan mengingat nama museum yang sudah tercemar karena banyak benda koleksi museum yang dipalsukan. Dan cara lain yaitu hanya memamerkan replika koleksi , sedangakan yang asli disimpan jadi bila terjadi pencurian maka yang dicuri adalah replika koleksi. Banyaknya benda – benda museum yang hilang perlu menjadi perhatian khusus bagi para aktor manajemen museum Radya Pusataka. Para actor, yaitu yaitu Komite Museum Radya Pustaka, Pemerintah Kota melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kemeterian Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah, Akademisi Budaya dan Sejarah, Budayawan Surakarta, lembaga swasta lainnya dan tentu saja masyarakat seharusnya bisa saling bekerja sama dan profesionalitas dalam mengelola museum. Kualitas sumber daya manusia dan manajemen pengelolaan museum harus terlebih dahulu ditingkatkan sehingga sistem pengelolaan museum dapat terjadi secara professional. Sarana promosi melalui media elektronik maupun cetak harus selalu dilakukan guna memperbaiki nama museum tersebut seperti dahulu lagi. Selain itu peran aktif masyarakat dan budayawan juga dapat meningkatkan potensi yang terdapat dalam museum tersebut dengan cara terus menyumbangkan ide maupun benda budaya dan seni agar dapat melengkapi koleksinya untuk mengembangkan museum budaya tersebut sebagai pusat pendidikan dan penelitian budaya Jawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar