Selasa, 28 Desember 2010

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

A.PENGERTIAN
Pembangunan adalah seperangkat usaha yang terencana dan terarah untuk menghasilkan sesuatu yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan hidup manusia.
Berkelanjutan adalah kondisi kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan, termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan orientasi ekonomi kawasan setelah habisnya sumber daya alam tak terbarukan. (UU No.26 tahun 2007)
Menurut World Comission on Environment and Development
Pembangunan berkelanjutan adalah suatu pola pemnbangunan yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan generasi penduduk masa kini tanpa membahayakan kemampuan generasi yang akan datang untuk mencukupi kebutuhannya.
Komisi Brundtland yang menyatakan bahwa
“pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka” (Fauzi, 2004).
Menurut Brundtland Report dari PBB, 1987
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan". Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
Menurut (Dr. Zulkifli)
Keberlanjutan pembangunan dapat didefinisikan dalam arti luas yaitu bahwa generasi yang akan datang harus berada dalam posisi yang tidak lebih buruk daripada generasi sekarang. Generasi sekarang boleh memiliki sumber daya alam serta melakukan berbagai pilihan dalam penggunaannya namun harus tetap menjaga keberadaannya, sedangkan generasi yang akan datang walaupun memiliki tingkat teknologi dan pengetahuan yang lebih baik serta persediaan kapital buatan manusia yang lebih memadai.
Pembangunan Berkelanjutan diatur dalam
UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup




B.SEJARAH
Di Eropa, ide pembangunan berkelanjutan pertama kali dikembangkan di bidang kehutanan. Seawal abad ke 13, di sana ada beberapa aturan tentang kesinambungan penggunaan kayu (Hukum kehutanan Nuremberg dari 1294). Masalah penebangan bersih (clear cut) tanpa memperhatikan penghutanan kembali telah didiskusikan oleh Carlowitz, seorang bangsawan dari Saxony dalam papernya: "Sylvicultura Oeconomica-instruksi untuk penanaman alamiah dari pohon liar" (1713). Calrowitz meminta untuk mempelajari "world’s book of nature". Ia meminta bahwa manusia harus menyelidiki aturan-aturan alam, dan selalu, secara terus menerus dan "perpetuirlich". Carlowitz memohon di dalam bukunya beberapa hal pada konstruksi
rumah seperti peningkatan isolasi melawan panas dan dingin, ia meminta penggunaan tungku pelebur dan kompor hemat energi, dan penghijauan terjadual dengan penanaman dan penebangan. Akhirnya, ia meminta "surrogata" atau "penggantian" fungsi daripada kayu .

Berdasarkan ide-ide ini Georg Ludwig Hartig mempublikasikan sebuah paper pada tahun 1795 yang berjudul, "Instructions for the taxation and characterization of forests", untuk menggunakan kayu seefektif mungkin, tetapi juga mempertimbangkan kebutuhan generasi yang akan datang . Ide mengenai pembangunan berkelanjutan telah lahir. Akan tetapi, tujuan ini sebenarnya lebih cenderung kepada ekonomi dan sosial alamiah. Perlindungan daripada
lingkungan dan alam adalah melebihi atau diluar ruang lingkup akhir-akhir ini. Prinsipprinsip awal ini mengenai pembangunan berkelanjutan hanya dibatasi pada bidang kehutanan dan tidak diperluas di bidang lainnya.

Istilah kesinambungan di dalam konteks perlindungan alam and biosfer duni pertama kali digunakan pada tahun 1980-an, di dalam program "World Nature Protection for Conservation of Nature (IUCN)" dan "World Wide Fund for Nature (WWF)". Ini artinya dan tujuannya adalah penggunaan sistem biologi yang ada tanpa mengubah karakterisktik esensialnya .
Ide dari konsep ini kemudian lebih lanjut diperluas dengan penggunaan "pembangunan berkelanjutan". Aspek ekonomi ditambahkan pada aspek ekologi dan sosial terdahulu seperti dinyatakan oleh the Brundtland Report pada 1987. Dari asal muasalnya pada istilah dan ide telah digunakan dan disempurnakan. Tanda kemajuan berikut dibentuk badan PBB "United Nations’s Conference on Environment and development" (UNCED) yang diselenggarakan di Rio de Janeiro. Sekitar 170 negara menandatangani Agenda 21 dengan "pembangunan berkelanjutan"
sebagai tujuan global (dunia). Karena karakter global dari Agenda 21 tidak
terlalu jelas pada beberapa aspek. Ini menggambarkan hanya pada tujuan global tetapi tidak menunjukkan jalan untuk mencapainya. Dengan demikian, ’spirit’ daripada Agenda 21 kelihatannya lebih penting daripada kata-kata dari dokumen: hanya kerja sama dan kemitraan global antar negara dapat memecahkan masalah ekologi dan sosial dunia yang sangat penting.

Di laporan akhir "Concept Sustainability, from Theory to Application" atau "Konsep
Kesinambungan, dari Teori sampai Aplikasi", aturan-auran umum telah didefinisikan Komisi juga menyatakan "pelestarian dan peningkatan ekologi, ekonomi, dan barang-barang sosial" sebagai tujuan utama pembangunan berkelanjutan. Itu menunjuk pada tiga kolom yang sama mengenai kesinambungan bertumpu pada ekologi, ekonomi, dan masyarakat. Laporan juga mendefinisikan langkah praktis dan cara-cara pada bagaimana mencapai tujuan kesinambungan. Pada bulan Juni 2001, anggota Uni Eropa bertemu di Goetheburg, Swedia untuk mendiskusikan masa depan Eropa dan mempertimbangkan petunjuk umum, pada kebijakan dengan hasil sebagai berikut:

Pembangunan berkesimbungan berarti memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa
membahayakan kebutuhan generasi yang akan datang. Dengan demikian, adalah
penting untuk membangun kebijakan ekonomi, ekologi, dan kebutuhan sosial
dengan cara sinergis yang mana mereka saling kuat-menguatan satu sama lain.
Jika ini tidak mungkin untuk memberhentikan kencenderungan yang mengancam
kualitas hidup yang akan datang, kebutuhan biaya dari masyarakat akan
meningkat secara dramatik dan tendensi negatif akan menjadi tidak dapat balik.
Konsul Eropa menerima dengan baik pengumuman Komisi Pembangunan Berkelanjutan
dengan solusi penting untuk memberhentikan kecenderungan negatif.

C.Ciri-ciri Pembangunan Berkelanjutan :
Menjamin pemerataan dan keadilan, yaitu generasi mendatang memanfaatkan dan melestarikan sumber daya alam sehingga berkelanjutan.
Menghargai dan melestarikan keanekaragaman hayati, spesies, habitat, dan ekosistem agar tercipta keseimbangan lingkungan
Menggunakan pendekatan intergratif sehingga terjadi keterkaitan yang kompleks antara manusia dengan lingkungan untuk masa kini dan mendatang
Menggunakan padangan jangka panjang untuk merencanakan rancangan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang mendukung pembangunan.
Meningkatkan kesejahteraan melalui pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana.
Memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa membahayakan pemenuhan kebutuhan generasi mendatang dan mengaitkan bahwa pembangunan ekonomi harus seimbang dengan konservasi lingkungan.

D.Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan

Beberapa prinsip pembangunan berkelanjutan pilihan dari Deklarasi Rio
pada tahun 1992 adalah sebagai berikut (UNCED, The Rio Declaration on
Environment and Development, 1992 dalam Mitchell et al., 2003):


Prinsip 1: Manusia menjadi pusat perhatian dari pembangunan berkelanjutan.
Mereka hidup secara sehat dan produktif, selaras dengan alam.
Prinsip 2: Negara mempunyai, dalam hubungannya dengan the Charter of the
United Nations dan prinsip hukum internasional, hak penguasa utnuk
mengeksploitasi sumberdaya mereka yang sesuai dengan kebijakan
lingkungan dan pembangunan mereka……
Prinsip 3: Hak untuk melakukan pembangunan harus diisi guna memenuhi
kebutuhan pembangunan dan lingkungan yang sama dari generasi sekarang
dan yang akan datang.
Prinsip 4: Dalam rangka pencapaian pembangunan berkelanjutan,
perlindungan lingkungan seharusnya menjadi bagian yang integral dari proses
pembangunan dan tidak dapat dianggap sebagai bagian terpisah dari proses
tersebut.
Prinsip 5: Semua negara dan masyarakat harus bekerjasama memerangi
kemiskinan yang merupakan hambatan mencapai pembangunan
berkelanjutan…….
Prinsip 6: Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan kualitas
kehidupan masyarakat yang lebih baik, negara harus menurunkan atau
mengurangi pola konsumsi dan produksi, serta mempromosikan kebijakan
demografi yang sesuai.
Prinsip 7: Negara harus memperkuat kapasitas yang dimiliki untuk
pembangunan berlanjut melalui peningkatan pemahaman secara keilmuan
dengan pertukaran ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dengan
meningkatkan pembangunan, adapatasi, alih teknologi, termasuk teknologi
baru dan inovasi teknologi.
Prinsip 8: Penanganan terbaik isu-isu lingkungan adalah dengan partisipasi
seluruh masyarakat yang tanggap terhadap lingkungan dari berbagai tingkatan.
Di tingkat nasional, masing-masing individu harus mempunyai akses terhadap
informasi tentang lingkungan, termasuk informasi tentang material dan
kegiatan berbahaya dalam lingkungan masyarakat, serta kesempatan untuk
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Negara harus
memfasilitasi dan mendorong masyarakat untuk tanggap dan partisipasi
melalui pembuatan informasi yang dapat diketahui secara luas.
Prinsip 9: Dalam rangka mempertahankan lingkungan, pendekatan
pencegahan harus diterapkan secara menyeluruh oleh negara sesuai dengan
kemampuannya. Apabila terdapat ancaman serius atau kerusakan yang tak
dapat dipulihkan, kekurangan ilmu pengetahuan seharusnya tidak dipakai
sebagai alasan penundaan pengukuran biaya untuk mencegah penurunan
kualitas lingkungan.
Prinsip 10: Penilaian dampak lingkungan sebagai instrumen nasional harus
dilakukan untuk kegiatan-kegiatan yang diusulkan, yang mungkin mempunyai
dampak langsung terhadap lingkungan yang memerlukan keputusan di tingkat
nasional.
Prinsip 11: Wanita mempunyai peran penting dalam pengelolaan dan
pembangunan lingkungan. Partisipasi penuh mereka perlu untuk mencapai
pembangunan berlanjut.
Prinsip 12: Penduduk asli dan setempat mempunyai peran penting dalam
pengelolaan dan pembangunan lingkungan karena pemahaman dan
pengetahuan tradisional mereka. Negara harus mengenal dan mendorong
sepenuhnya identitas, budaya dan keinginan mereka serta menguatkan
partisipasi mereka secara efektif dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.

E.Syarat-syarat untuk tercapainya proses pembangunan berkelanjutan
1.Pro Ekonomi Kesejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk kesejahteraan semua anggota masyarakat, dapat dicapai melalui teknologi
inovatif yang berdampak minimum terhadap lingkungan.
2.Pro Lingkungan Berkelanjutan, maksudnya etika lingkungan non antroposentris
yang menjadi pedoman hidup masyarakat, sehingga mereka selalu mengupayakan
kelestarian dan keseimbangan lingkungan, konservasi sumberdaya alam vital, dan
mengutamakan peningkatan kualitas hidup non material.
3.Pro Keadilan Sosial, maksudnya adalah keadilan dan kesetaraan akses terhadap
sumberdaya alam dan pelayanan publik, menghargai diversitas budaya dan kesetaraan jender


F.Empat dimensi dalam Pembangunan Berkelanjutan :
1.Intra generation dimension
Dimensi pembangunan berkelanjutan yang berorientasi pada generasi saat ini, yaitu sejum;ah penduduk yang menempati wilayah tertentu pada kurun waktu saat ini.
2.Inter generation dimension
Dimensi pembangunan berkelanjutan yang berorientasi pada generasi yang akan datang, yaitu sejum;ah penduduk yang menempati wilayah tertentu pada kurun waktu yang akan datang dalam lingkup ruang dan waktu tertentu.
3.Intra regional dimension
Pembangunan yang dilaksanakan berorientasi pada upaya pemenuhan kebutuhan wilayah akan infrastrukrut wilayah untuk menunjang hubungan internal maupun eksternal dalam rangka upaya perbaikan wilayah khususnya upaya meningkatkan kualitas lingkungan wilayah baik lingkungan abiotik, biotic maupun sosio- kulturnya.
4.Inter regional dimension
Pembangunan di suatu wilayah tidak hanya menimbulkan dampak positif pada wilayah itu sendiri namun juga menimbulkan dampak positif bagi wilayah lain

G.Aspek Pembangunan Berkelanjutan
Haris (2000) dalam Fauzi (2004)
melihat bahwa konsep keberlanjutan dapat diperinci menjadi tiga aspek
pemahaman, yaitu:
1.Keberlanjutan ekonomi, yang diartikan sebagai pembangunan yang
mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara
keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya
ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan
industri.
2.Keberlanjutan lingkungan: Sistem yang berkelanjutan secara lingkungan
harus mampu memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari
eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep
ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas
ruang udara, dan fungis ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori
sumber-sumber ekonomi.
3.Keberlanjutan sosial: Keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai
sistem yang mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial
termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.

Menurut Munasinghe (1993), pembangunan berkelanjutan mempunyai
tiga tujuan utama, yaitu: tujuan ekonomi (economic objective), tujuan ekologi
(ecological objective) dan tujuan sosial (social objective). Tujuan ekonomi
terkait dengan masalah efisiensi (efficiency) dan pertumbuhan (growth); tujuan
ekologi terkait dengan masalah konservasi sumberdaya alam (natural
resources conservation); dan tujuan sosial terkait dengan masalah
pengurangan kemiskinan (poverty) dan pemerataan (equity).








H.Tolak Ukur Pembangunan berkelanjutan
Prof. Otto Soemarwoto dalam Sutisna (2006), mengajukan enam tolok ukur pembangunan
berkelanjutan secara sederhana yang dapat digunakan baik untuk pemerintah pusat maupun di
daerah untuk menilai keberhasilan seorang Kepala Pemerintahan dalam pelaksanaan proses
pembangunan berkelanjutan. Keenam tolok ukur itu meliputi:
a) pro lingkungan hidup;
b) pro rakyat miskin;
c) pro kesetaraan jender;
d) pro penciptaan lapangan kerja;
e) pro dengan bentuk negara kesatuan RI dan
f) harus anti korupsi, kolusi serta nepotisme. Berikut ini penjelasan umum dari masing-masing
tolok ukur.
Tolok ukur pro lingkungan hidup (pro-environment) dapat diukur dengan berbagai indikator. Salah satunya adalah indeks kesesuaian,seperti misalnya nisbah luas hutan terhadap luas wilayah (semakin berkurang atau tidak), nisbah debit air sungai dalam musim hujan terhadap musim kemarau, kualitas udara, dan sebagainya. Berbagai bentuk pencemaran lingkungan dapat menjadi indikator yang mengukur keberpihakan pemerintah terhadap lingkungan. Terkait dengan tolok ukur pro lingkungan ini, Syahputra (2007) mengajukan beberapa hal yang dapat menjadi
rambu-rambu dalam pengelolaan lingkungan yang dapat dijadikan indikator, yaitu:
a. Menempatkan suatu kegiatan dan proyek pembangunan pada lokasi secara benar
menurut kaidah ekologi.
b. Pemanfaatan sumberdaya terbarukan (renewable resources) tidak boleh melebihi
potensi lestarinya serta upaya mencari pengganti bagi sumberdaya takterbarukan (nonrenewable
resources).
c. Pembuangan limbah industri maupun rumah tangga tidak boleh melebihi kapasitas
asimilasi pencemaran.
d. Perubahan fungsi ekologis tidak boleh melebihi kapasitas daya dukung lingkungan
(carrying capacity).
Tolok ukur pro rakyat miskin (pro-poor) bukan berarti anti orang kaya. Yang dimaksud pro rakyat miskin dalam hal ini memberikan perhatian pada rakyat miskin yang memerlukan perhatian khusus karena tak terurus pendidikannya, berpenghasilan rendah, tingkat kesehatannya juga rendah serta tidak memiliki modal usaha sehingga daya saingnya juga rendah. Pro rakyat miskin dapat diukur dengan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) atau Human Poverty Index (HPI) yang dikembangkan PBB. Kedua indikator ini harus dilakukan bersamaan sehingga dapat dijadikan tolok ukur pembangunan yang menentukan. Nilai HDI dan HPI yang meningkat akan dapat menunjukkan pembangunan yang pro pada rakyat miskin.
Tolok ukur pro kesetaraan jender/pro-perempuan (pro-women), dimaksudkan untuk lebih banyak membuka kesempatan pada kaum perempuan untuk terlibat dalam arus utama pembangunan. Kesetaraan jender ini dapat diukur dengan menggunakan Genderrelated. Develotmenta.Index (GDI) dan Gender Empowerment Measure (GEM) untuk suatu daerah. Jika nilai GDI mendekati HDI, artinya di daerah tersebut hanya sedikit terjadi disparitas jender
dan kaum perempuan telah semakin terlibat dalam proses pembangunan.
Tolok ukur pro pada kesempatan hidup atau kesempatan kerja
(pro-livelihood opportunities) dapat diukur dengan menggunakan berbagai indikator seperti misalnya indikator demografi (angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja, dan sebagainya), index gini, pendapatan perkapita, dan lain-lain. Indikator Kesejahteraan Masyarakat juga dapat menjadi salah satu hal dalam melihat dan menilai tolok ukur ini
Tolok ukur pro dengan bentuk negara kesatuan RI merupakan suatu keharusan, karena
pembangunan berkelanjutan yang dimaksud adalah untuk bangsa Indonesia yang berada dalam kesatuan NKRI.
Tolok ukur anti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dapat dilihat dari berbagai kasus yang dapat diselesaikan serta berbagai hal lain yang terkait dengan gerakan anti KKN yang digaungkan di daerah bersangkutan.

I.Strategi dalam Pembangunan Berkelanjutan
•Pemanfaatan energy dan pemeliharaan kualitas udara.
•Pemanfaatn lahan dan ruang terbuka hijau di kota
•Pemanfaatan air, bahan bangunan dan pemanfaatan limbah
•Kebijakan dalam bidang transportasi
•Kesehatan, kenyamanan, ketentraman dan ketenangan hidup.

J.Pembangunan Berkelanjutan dalam Analisis Sumber Daya dan Lingkungan
Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan terhadap sumber daya alam yang ada dengan memperhatikan lingkungan secara keseluruhan, sebagai komponen yang penting pada sistem penyangga kehidupan untuk penyerasi dan penyimbang lingkungan global, sehingga keterkaitan dunia internasional menjadi hal penting, dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional.
Menurut Emil Salim, ciri pokok pola Pembangunan berkelanjutan secara iksplisit ambang batas keberlanjutan dalam proses pembangunan yang sedang berlangsung. Kegiatan pembangunan yang mengolah sumber daya alam dan sumber daya manusia terdapat suatu ambang batas di dalam proses pembangunan berkelanjutan. Dalam proses ini banyak mengalami gangguan atau titik kritis seperti hutan yang dibabat terus-menerus, pasti akan habis dan menimbulkan bencana lingkungan berupa kerusakan hutan, keanekaragaman hayati yang hilang, tanah longsor, banjir, pencemaran, dan lain-lainnya).
Pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya terdapat 2 (dua) titik ambang batas keberlanjutan yaitu:
a. Ambang batas keberlanjutan lingkungan, ditentukan oleh batasan daya serap pencemaran oleh lingkungan alam satu sisi, dan batas pengelolan sumber daya alam tanpa kerusakan serta degradasi lingkungan;
b. Ambang batas keberlanjutan sosial, ditentukan oleh batasan bagi terpeliharanya hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antara manusia dengan sesama manusia, antara manusia dengan masyarakatnya, dan antara sesama kelompok sosial di dalam dan diluar negeri. .
Kebijakan dalam pembangunan keberlanjutan lingkungan harus memperhatikan ambang batas di atas, yakni dengan melakukan studi kelayakan berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau (AMDAL) yang diatur pada PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan penataan ruang wilayah pembangunan. Dengan adanya Amdal ini akan bisa mengukur tingkat suatu proyek pembangunan itu sesuai dengan kelayakan lingkungan. Seberapa besar dampak pembangunan dan dampak yang akan di timbulkan sesuai dengan ambang batas .
Masalah di negeri ini adalah, banyak Amdal dibuat tidak sesuai dengan kondisi lingkungan, hal ini disebabkan pola penerapan yang salah selama ini, seharusnya Amdal dibuat dulu, baru izin pembangunan proyek keluar. Seperti dalam kasus lumpur lapindo Sidarjo. Bencana Lumpur yang ditimbulkan karena Menyalahi Amdal.. dan ironisnya semua pihak hanya bisa saling menyalahkan. Terbitnya UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup, memberi harapan baru dalam pemberian sanksi bagi pembangunan yang tidak dilengkapi Amdal, oknum yang membuat Amdal tidak berkompenten atau tidak ada sertifikasi Amdal. hal ini untuk menutup praktek-praktek yang ada dalam pembuatan Amdal, bukan rahasia umum, bahwa Amdal yang dibuat hanya bersifat copy paste, sehingga riset terhadap pembangunan yang dilakukan tidak memenuhi standar kelayakan dalam proses pembangunan.
K. Peran Tata Ruang Dalam Pembangunan Kota Berkelanjutan
Terkait dengan pembangunan perkotaan, maka kota yang menganut paradigma pembangunan berkelanjutan dalam rencana tata ruangnya merupakan suatu kota yang nyaman bagi penghuninya, dimana akses ekonomi dan sosial budaya terbuka luas bagi setiap warganya untuk memenuhi kebutuhan dasar maupun kebutuhan interaksi sosial warganya serta kedekatan dengan lingkungannya. Menurut Budimanta (2005), bila kita membandingkan wajah kota Jakarta dengan beberapa kota di Asia maka akan terlihat kontras pembangunan yang dicapai. Singapura telah menjadi kota taman, Tokyo memiliki moda transportasi paling baik di dunia, serta Bangkok sudah berhasil menata diri menuju keseimbangan baru ke arah kota dengamenyediakan ruang yang lebih nyaman bagi warganya melalui perbaikan moda transportasinya.

Perbedaan terjadi karena Jakarta menerapkan cara pandang pembangunan konvensional yang melihat pembangunan dalam konteks arsitektural, partikulatif dalam konteks lebih menekankan pada aspek fisik dan ekonomi semata. Sedangkan ketiga kota lainnya menerapkan cara pandang pembangunan berkelanjutan dalam berbagai variasinya, sehingga didapatkan kondisi ruang kota yang lebih nyaman sebagai ruang hidup manusia di dalamnya. Menurut Budihardjo (2005), rencana tata ruang adalah suatu bentuk kebijakan publik yang dapat mempengaruhi keberlangsungan proses pembangunan berkelanjutan. Namun masih banyak masalah dan kendala dalam implementasinya dan menimbulkan berbagai konfl ik kepentingan. Konflik yang paling sering terjadi di Indonesia adalah konflik antar pelaku pembangunan yang terdiri dari pemerintah (public sector), pengusaha atau pengembang (private sector), profesional (expert), ilmuwan (perguruan tinggi), lembaga swadaya masyarakat, wakil masyarakat, dan segenap lapisan masyarakat.

Konflik yang terjadi antara lain: antara sektor formal dan informal atau sektor modern dan tradisional di perkotaan terjadi konfl ik yang sangat tajam; proyek “urban renewal” sering diplesetkan sebagai “urban removal”; fasilitas publik seperti taman kota harus bersaing untuk tetap eksis dengan bangunan komersial yang akan dibangun; serta bangunan bersejarah yang semakin menghilang berganti dengan bangunan modern dan minimalis karena alasan ekonomi. Dalam kondisi seperti ini, maka kota bukanlah menjadi tempat yang nyaman bagi warganya. Kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan cenderung dikibarkan sebagai slogan yang terdengar sangat indah, namun kenyataan yang terjadi malah bertolak belakang.


Perencanaan Wilayah dan Kota
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Surakarta

1 komentar: