Jumat, 25 Mei 2012

Riwayat Perkembangan Kota Surakarta 1. Toponomi Kota Surakarta Kota Surakarta yang juga dikenal sebagai Kota Solo memiliki semacam keunikan tersendiri dengan adanya dua cara penamaan terhadap eksistensi kota tua ini. Nama ‘Solo’ diambil dari nama tempat bermukimnya pimpinan kuli pelabuhan, yaitu Ki Soroh Bau (bahasa Jawa, yang berarti kepala tukang tenaga) yang berangsur-angsur terjadi pemudahan ucapan menjadi Ki Sala atau Ki Ageng Sala, yang berada disekitar Bandar Nusupan semasa Kadipaten dan Kerajaan Pajang (1500-1600). Lokasi Bandar Nususpan itu kemudian disebut Desa Sala dan kemudian sekarang lokasi tersebut dikenal dengan Kota Solo. Sementara nama ‘Surakarta’ diambil dari nama dinasti Kerajaan Mataram Jawa yang berpindah dari Kraton Kartasura pada tahun 1745. Perpindahan kraton dilakukan oleh Raja Paku Buwono II karena Kraton Kartasura sudah hancur akibat peperangan dan pemberontakan yang terkenal dengan Geger Pecinan tahun 1742. Akhiran -karta merujuk pada kota, dan kota Surakarta masih memiliki hubungan sejarah yang erat dengan ‘Kartasura’ 2. Sejarah Kota Surakarta Sejarah kelahiran Kota Surakarta dimulai pada masa pemerintahan Raja Paku Buwono II di keraton Kartasura. Pada masa itu terjadi pemberontakan Mas Garendi (Sunan Kuning) dibantu kerabat-kerabat Keraton yang tidak setuju dengan sikap Paku Buwono II yang mengadakan kerjasama dengan Belanda. Salah satu pendukung pemberontakan ini adalah Pangeran Sambernyowo (RM Said) yang merasa kecewa karena daerah Sukowati yang dulu diberikan oleh keraton Kartasura kepada ayahandanya dipangkas. Karena terdesak, Paku Buwono mengungsi kedaerah Jawa Timur (Pacitan dan Ponorogo). Dengan bantuan pasukan Kumpeni dibawah pimpinan Mayor Baron Van Hohendrof serta Adipati Bagus Suroto dari Ponorogo pemberontakan berhasil dipadamkan. Setelah tahu keraton Kartasura dihancurkan Paku Buwono II lalu memerintahkan Tumenggung Tirtowiguno, Tumenggung Honggowongso, dan Pangeran Wijil untuk mencari lokasi ibu kota Kerajaan yang baru. Pada tahun 1745, dengan berbagai pertimbangan fisik dan supranatural, Paku Buwono II memilih desa Sala – sebuah desa di tepi sungai Bengawan Solo – daerah yang terasa tepat untuk membangun istana yang baru. Sejak saat itulah, desa sala segera berubah menjadi Surakarta Hadiningrat. Melihat perjalanan sejarah tersebut, nampak jelas bahwa perkembangan dan dinamika Kota Surakarta pada masa dahulu sangat dipengaruhi selain oleh Pusat Pemerintahan dan Budaya Keraton (Kasunanan dan Mangkunegaran), juga oleh kolonialisme Belanda (Benteng Verstenberg). Sedangkan pertumbuhan dan persebaran ekonomi melalui Pasar Gedhe (Hardjonagoro). Hingga sekarang pusat – pusat pertumbuhan kota Surakarta masih berada di kawasan Gladak, yaitu berada di sekitar keraton Kasunanan, benteng Vastenburg, dan pasar Gedhe. Namun benteng Vastenburg samapai sekarang kondisinya masih memprihatinkan. 3. Sejarah Pemerintahan Kota Surakarta Tanggal 16 Juni merupakan hari jadi Pemerintahan Kota Surakarta. Secara de facto tanggal 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota Surakarta yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sekaligus menghapus kekuasaan keraton Kasunanan dan Mangkunegaran. Nama Surakarta digunakan dalam konteks formal, sedangkan nama Solo untuk konteks informal. Ketika Indonesia masih menganut ejaan ‘Repoeblik’, nama kota ini juga ditulis Soerakarta. Secara yuridis Kota Surakarta terbentuk berdasarkan penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 16/SD, yang diumumkan pada tanggal 15 Juli. Perkembangan Kota Surakarta dimulai dengan periode Pemerintahan Harminte Surakarta, Pemerintah Daerah Surakarta, Pemerintah Daerah Kotapraja Surakarta, Pemerintah Kotamadaya Surakarta, hingga sekarang sejak berlakunya daerah otonomi menjadi Kota Surakarta sejak diberlakukannyaundan-undang tentang otonomi daerah. Surakarta memiliki semboyan "Berseri", akronim dari "Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah", sebagai slogan pemeliharaan keindahan kota. Untuk kepentingan pemasaran pariwisata, Solo mengambil slogan pariwisata Solo, The Spirit of Java (Jiwanya Jawa) sebagai upaya pencitraan kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa. Selain itu Kota Solo juga memiliki beberapa julukan, antara lain Kota Batik, Kota Budaya, Kota Liwet. Karakteristik Sosial Kota Surakarta 1. Administrasi Kota Surakarta Kota Surakarta terletak di 110° 45’ 15” sampai 110°45’ 35” bujur timur dan 7°36’ sampai 7°56’ lintang selatan; berbatasan langsung dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan. Surakarta dibagi menjadi 5 kecamatan dengan 51 kelurahan. Kecamatan Kelurahan RW RT KK Laweyan 11 105 454 25.899 Serengan 7 72 309 14.033 Pasar kliwon 9 100 424 22.035 Jebres 11 149 631 37.605 Banjarsari 13 169 851 45.965 Total 51 595 2.669 145.537 Tabel 1. Kecamatan dan Jumlah Kelurahan, RW, RT, serta KK di Kota Surakarta 2. Ekonomi Kota Surakarta Pertumbuhan ekonomi Surakarta pada tahun 2009 secara agregat cukup dinamis. Sejak terjadinya krisis pada pertengahan tahun 1997 dan tahun 1998, pertumbuhan ekonomi tahun tersebut menurun drastis sekitar minus 13,93%. Namun demikian pada periode 2001-2009, perekonomian Surakarta menunjukkan adanya perbaikan yaitu tumbuh berkisar 4-6%. Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) 2000 4,16 2005 5,15 2001 4,12 2006 5,43 2002 4,97 2007 5,82 2003 6,11 2008 5,69 2004 5,80 2009 5,90 Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Kota Surakarta Tahun 2000 – 2009 Sektor Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Pertanian -2,37 0,88 1,20 1,54 -1,14 1,19 Pertambangan -0,72 3,34 -0,21 2,31 4,22 -2,24 Industri 6,07 1,47 2,55 3,46 2,32 2,94 Listrik, gas & air 7,61 4,45 9,25 5,56 6,35 8,13 Bangunan 1,44 8,24 5,85 9,64 10,27 7,30 Perdagangan, hotel & restoran 8,01 7,58 6,93 6,36 7,52 6,35 Pengangkutan& komunikasi 6,13 5,48 5,96 6,00 4,92 7,75 Keuangan, persewaan&jasa perusahaan 5,65 6,74 6,20 5,93 5,73 7,11 Jasa-jasa 4,54 4,79 6,97 6,20 5,22 7,05 Total 5,80 5,15 5,43 5,82 5,69 5,90 Tabel 3. PDRB Kota Surakarta Tahun 2004 – 2009 3. Demografi Kota Surakarta Berdasarkan hasil estimasi survei penduduk antar sensus (2005) tahun 2009 penduduk kota surakarta mencapai 528.202 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 89;38 yang artinya bahwa pada setiap 100 penduduk perempuan terdapat sebanyak 89 penduduk laki-laki-laki. Tingkat kepadatan penduduk Kota Surakarta tahun 2009 mencapai 11.988 jiwa/km2. Tahun 2008 tingkat kepadatan penduduk tertinggi berada di kecamtan Serengan yang mencapai angka 19.959 jiwa. dengan tingkat kepadatan yang tinggi akan berdampak pada masalah-masalah sosial seperti perumahan, kesehatan dan juga tingkat kriminalitas. Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Total Rasio jenis kelamin Pertambahan jiwa dari kurun sebelumnya Pertumbuhan penduduk 2005 250.868 283.672 534.540 88,44 23.829 4,66 2006 254.259 258.639 512.898 98,31 -21.642 -4,05 2007 246.132 269.240 515.372 91,42 2.474 0,48 2008 247.245 275.690 522.935 89,69 7.563 1,47 2009 249.287 278.915 528.202 89,38 5.267 1,01 Tabel 4. Demografi Kota Surakarta Tahun 2005 – 2009 Dalam sensus penduduk terakhir (belum dicantumkan di BPS Surakarta), jumlah penduduk kota Surakarta pada tahun 2010 adalah 503.421 jiwa. Jika dibandingkan dengan kota lain di Indonesia, kota Surakarta merupakan kota terpadat di Jawa Tengah dan ke-8 terpadat di Indonesia, dengan luas wilayah ke-13 terkecil, dan populasi terbanyak ke-22 dari 93 kota otonom dan 5 kota administratif di Indonesia. Penduduk Solo disebut sebagai wong Solo, dan istilah putri Solo juga banyak digunakan untuk menyebut wanita yang memiliki karakteristik mirip wanita dari Solo yang mempunyai ciri khas berperilaku ramah tamah dan bertutur kata lemah lembut. 4. Budaya Kota Surakarta Kota Surakarta dikenal sebagai salah satu inti kebudayaan Jawa karena secara tradisional merupakan salah satu pusat politik dan pengembangan tradisi Jawa. Hal itu juga dikuatkan dengan adanya slogan “Solo the Spirit of Java”. Kemakmuran wilayah ini sejak abad ke-19 mendorong berkembangnya berbagai literatur berbahasa Jawa, tarian, seni boga, busana, arsitektur, dan bermacam-macam ekspresi budaya lainnya. Orang mengetahui adanya "persaingan" kultural antara Surakarta dan Yogyakarta, sehingga melahirkan apa yang dikenal sebagai "gaya Surakarta" dan "gaya Yogyakarta" di bidang busana, gerak tarian, seni tatah kulit (wayang), pengolahan batik, gamelan, dan sebagainya. Bahasa yang digunakan di Surakarta adalah bahasa Jawa Surakarta dialek Mataraman (Jawa Tengahan) dengan varian Surakarta. Dialek Mataraman/Jawa Tengahan juga dituturkan di daerah Yogyakarta, Magelang timur, Semarang, Pati, Madiun, hingga sebagian besar Kediri. Meskipun demikian, varian lokal Surakarta ini dikenal sebagai ‘varian halus’ karena penggunaan kata-kata krama yang meluas dalam percakapan sehari-hari, lebih luas daripada yang digunakan di tempat lain. Bahasa Jawa varian Surakarta digunakan sebagai standar bahasa Jawa nasional (dan internasional, seperti di Suriname). Beberapa kata juga mengalami spesifikasi, seperti pengucapan kata "inggih" ("ya" bentuk krama) yang penuh (/iŋgɪh/), berbeda dari beberapa varian lain yang melafalkannya "injih" (/iŋdʒɪh/), seperti di Yogyakarta dan Magelang. Dalam banyak hal, varian Surakarta lebih mendekati varian Madiun-Kediri, daripada varian wilayah Jawa Tengahan lainnya. Walaupun dalam kesehariannya masyarakat Kota Surakarta menggunakan bahasa nasional bahasa Indonesia, namun sejak kepemimpinan walikota Joko Widodo bahasa Jawa mulai digalakkan kembali penggunaannya di tempat-tempat umum, termasuk pada plang nama-nama jalan dan nama-nama instansi pemerintahan dan bisnis swasta. Kota Surakarta memiliki beberapa tarian daerah seperti Bedhaya (Ketawang, Dorodasih, Sukoharjo, dll.) dan Srimpi (Gandakusuma dan Sangupati). Tarian ini masih dilestarikan di lingkungan Keraton Solo. Tarian seperti Bedhaya Ketawang secara resmi hanya ditarikan sekali dalam setahun untuk menghormati Sri Susuhunan Pakoe Boewono sebagai pemimpin Kota Surakarta. Budaya lain yang begitu melekat dengan Kota Surakarta adalah batik. Batik di kota ini memiliki corak dan ciri pengolahan yang khas: corak sidomukti dan sidoluruh dengan warna kecoklatan (sogan) yang mengisi ruang bebas warna. Ciri khas batik Solo yang lain adalah dari segi warna, pemilihan warnanya cenderung kecoklatan gelap dan mengikuti kecenderungan batik pedalaman. Hal itu berbeda dengan batik Yogyakarta maupun Batik Pekalongan yang cenderung agak terang. Jenis bahan batik bermacam-macam, mulai dari sutra hingga katun, dan cara pengerjaannya pun beraneka macam, mulai dari batik tulis hingga batik cap. Keberadaan batik sendiri sudah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia dan Kota Solo sendiri dijuluki sebagai “The Capital of Batik”. Di Solo juga terdapat beberapa industry batik terbesar yang dikenal hingga ke mancanegara antara lain Batik Danar Hadi, Batik Semar dan Batik Keris. Selain itu juga terdapat home industry batik di kawasan Kampung Batik Kauman dan Kampung Batik Laweyan. Lagu dalam budaya Solo (bahasa Jawa) juga telah dikenal di masyarakat luas yaitu Tembang Campur Sari. Banyak musisi campur sari yang telah dikenal antara lain Waljinah, Didi Kempot. Terdapat pula lagu Bengawan Solo ciptaan Gesang yang terkenal hingga mancanegara. Selain lagu, Wayang, Keris, dan Gamelan juga merupakan budaya Surakarta. Bahkan wayang dan keris juga telah ditetapkan sebagai warisan budaya nasional oleh UNESCO. Dalam hal wisata budaya, Kota Surakarta mempunyai beberapa tempat budaya antara lain Keraton Kasunanan dan Keraton Mangkunegaran, Museum Radya Pustaka sebagai museum tertua di Indonesia, Museum Batik Danar Hadi, Kampung Batik Kauman dan Kampung Batik Laweyan, Taman Sriwedari yang merupakan bekas Kebon Raja, PAsar Klewer sebagai pusat grosir tekstil khususnya batik terbesar seluruh Indonesia, Pasar Gedhe sebagai pusat pasar tradisional di Surakarta, Koridor Ngarsopuro sebagai koridor budayanya wong Solo. Kuliner Serabi Solo atau Timlo Solo juga dapat dinikmati sambil mengunjugi lokasi wisata tersebut. Selain itu akhir – akhir ini Kota Surakarta sering menggelar event budaya yang berskala nasional maupun internasional seperti Kirab 1 Suro, Grebeg Mulud, Grebeg Syawalan, Grebeg Sudiro, Grebeg Pasa, Sekaten, Festival Dolanan Bocah, Solo Menari 24 Jam, Solo Batik Carnival, Kirab Budaya Surakarta, Solo International Performing Art (SIPA), Solo Internasional Contemporery Ethnic Music (SIEM). Karakteristik Fisik Kota Surakarta 1. Ekologi Kota Surakarta Kota Surakarta merupakan sebuah kota lembah karena posisinya berupa cekungan dan diapit oleh gunung Lawu, gunung Merapi-Merbabu, pegunungan kapur selatan dan pegunungan kapur utara atau wilayah-wilayah dengan topografi yang lebih tinggi. Kota ini dilintasi oleh sungai Jenes (anak sungai Pepe); Pepe, Anyar, Premulung, dan Wingko (anak sungai Bengawan Solo); serta sungai yang menjadi ikon kota yaitu Bengawan Solo. Hingga tahun 2011 Kota Surakarta baru memenuhi 18% RTH dari yang seharusnya ada yaitu 30% dari keseluruhan luas kota. RTH di Kota Surakarta terdiri dari taman kota (taman Sekartaji, Gesang, Tirtonadi, Balekambang, Satwa Taru Jurug, Sriwedari), alun-alun, dan UNS. 2. Bentuk dan Struktur Kota Surakarta Dari temuan hasil berbagai studi kasus di Kota Surakarta, secara biologis morfologinya tersusun atas tiga komponen utama yaitu tulang (untilitas kota: jalan, rel yang tumbuh dalam berbagai formasi memusat, mengelompok, dan organik), kulit (bangunan hunian yang tumbuh secara horisontal, vertikal, dan interestesial), serta darah (aktivitas manusia yang terdiri dari orang pribumi seperti Jawa, Madura, Banjar; orang pendatang seperti Cina, Arab/India, Belanda); dan orang priyayi atau para bangsawan). Kota Surakarta tersusun oleh tiga konsep berlainan yang saling tumpang tindih, yaitu konsep organik oleh masyarakat pribumi, konsep kolonial oleh masyarakat Belanda, dan konsep kosmologi oleh masyarakat keraton Jawa. Menurut teori morfologi kota (Hadi Sabari Yunus, 2008: 111), Kota Surakarta termasuk dalam bentuk Under Bounded City, yaitu perkembangan kota hingga keluar batas administrasinya dengan adanyan perkembangan menuju ke arah Palur dan Colomadu yang termasuk kabupaten Karanganyar, serta ke arah Kartasura dan Solo Baru yang termasuk Kabupaten Sukoharjo. Sedangkan pertumbuhan kota yang bersifat ribbon development mengikuti persebaran jalan utama ke arah kota satelitnya membentuk pola kota menjadi Stellar atau Radial. Sturktur kota berdasarkan elemennya land telah berkembang dari kota air ke kota daratan. Untuk elemen bangunan juga telah berkembang dari tradisional, vernakuler, campuran, dan kontemporer. Untuk elemen manusia juga telah berkembang dari pribumi-agraris, non pribumi-agraris, hingga campuran keduanya. Kota Solo pada masa dahulu, terdapat aturan bahwa pembangunan suatu gedung tidak boleh melebihi menara sanggabuwana, sehingga terlihat rapi dengan pembangunan vertikal. Tetapi sejak masa 1990-an, city scape Kota Solo telah berubah dengan dibangunnya gedung – gendung tinggi yang melebihi menara Sanggabuwana karena lahan yang terbatas. Bahkan terdapat bangunan dengan lantai berjumlah 25 lantai sekarang ini. 3. Transportasi dan Infrastruktur Kota Surakarta a. Transportasi Sistem transportasi di Kota Surakarta dapat digolongkan dalam beberapa subsistem, yaitu: ও Subsistem pergerakan Di Kota Surakarta tahun 2009 ada sekitar 1.134 kendaraan umum yang berdomisili, terdiri dari 430 taksi, 423 angkutan, dan 281 bus perkotaan. Untuk menunjang pergerakan dengan menggunakan moda kereta api ada 4 stasiun yang aktif, yaitu stasiun Solo Balapan, stasiun Jebres, stasiun Purwosari, dan stasiun Solo Kota. Sementara untuk moda pesawat terbang, terdapat bandara internasional Adi Smarmo yang secara administratif terletak di Kabupaten Boyolali. Selain itu juga terdapat terminal bus tipe A yaitu Terminal Tirtonadi bagi moda bus dengan beberapa halte, Terminal Gilingan sebagai terminal moda travel, Terminal Harjodaksino dan Terminal Tipes sebagai terminal angkutan kota. Dalam hal transportasi, kota Solo telah dijadikan kota percontohan transportasi massal yaitu dengan diluncurkannya Solo Batik Trans dengan beberapa shelternya dan Railbus. Serta tak kalah pula transportasi untuk wisata yaitu bus tingkat Werkudara dan kereta uap Jaladara. Di kota Solo terdapat pula angkutan tradisional antara lain becak dan andong. ও Subsistem jaringan Kota Surakarta dilintasi jaringan jalan negara sepanjang 13,15 KM, jalan provinsi 16,33 KM, sedangkan jalan kabupaten/kota sendiri sepanjang 675,86 KM yang kompisisi penyusun jalannya berupa aspal, kerikil, tanah, serta tidak diperinci. Keadaan kondisi jalan untuk jalan negara 2,65 KM dalam keadaan baik, 6,05 KM dalam keadaan sedang, dan 4,45 KM dalam keadaan rusak. Untuk jalan provinsi 3,75 KM dalam keadaan sedang dan 12,58 KM sisanya dalam keadaan rusak. Sementara jalan kabupaten/kota kondisinya saat ini 447,78 KM dalam keadaan baik, 206,92 Km dalam keadaan sedang, 18,29 KM dalam keadaan rusak, serta 2,87 KM rusak berat. Pola jaringan jalannya tersebar membentuk pola radial dengan menghubungkan wilayah sekitarnya. Jalan negara yang termasuk dalam jalan arteri primer berbatasan langsung dengan wilayah sekitarnya antara lain, Jalan Adi Sucipto yang menghubungkan ke Boyolali dan Semarang, Jalan Ir. Sutami yang menghubungkan Surabaya dan Karanganyar, Jalan Dr. Radjiman yang menghubungkan ke Klaten dan Yogyakarta, Jalan Brigjen Sudiarto yang menghubungkan Sukoharjo dan Wonogiri serta Jalan Kolonel Sugiono yang menghubungkan ke Purwodadi. Letak strategis jaringan jalan nasional tersebut juga sangat berpengaruh dalam perkembangan Kota Surakarta itu sendiri. Selain itu prasarana yang mendukung tranportasi di Surakarta antara lain adanya Pelican Crossing sebagai pembantu orang menyeberang jalan dan MVS sebagai penanda informasi kecepatan arus lalu lintas. b. Infastruktur di Kota Surakarta Infrastruktur yang menunjang kehidupan penduduk di Kota Surakarta: ঙ Fasilitas Pendidikan: 290 TK (negeri dan swasta), 272 SD, 79 SLTP, 42 SMA, 47 SMK, 32 universitas dan/atau sekolah tinggi dengan beberapa sekolah bertaraf internasional serta perguruan tinggi bertaraf internasional. ঙ Fasilitas Kesehatan: 19 rumah sakit, bahkan terdapat rumah sakit rujukan nasional yaitu Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. Soeharso ঙ Fasilitas Rekreasi dan Olahraga: Keraton Surakarta,Keraton Mangkunegaran, Museum Radya Pustaka, Taman dan Stadion Sriwedari, Taman Satwataru Jurug, Taman Balekambang, Kawasan Kompleks Olahraga Manahan, dll. ঙ Fasilitas Permukiman : Terdapat beberapa kawasan permukiman di beberapa tempat di Surakarta seperti di Serengan, Pasar Kliwon, Mojosongo, hingga kawasan elit di Banyuanyar dan Perumahan Fajar Indah. ঙ Fasilitas Ekonomi dan Perbankan : Terdapat beberapa pasar tradisional yang besar antara lain Pasar Gedhe, Pasar Legi, Pasar Klewer,dll.. Selain itu terdapat pasar modern di Kota Surakarta antara lain Solo Grand Mall, Solo square, Pusat Grosir Solo, dll. Untuk Perbankan terdapat bank – bank besar seperti Bank Indonesia, Bank Mandiri, BCA, BNI 46, BRI. ঙ Fasilitas Peribadatan : Masjid Agung Surakarta, Gereja St. Antonius Purbayan, Klenteng ঙ Fasilitas Jasa (Hotel dan Restaurant. Beberapa hotel berbintang telah bertaraf internasional, seperti Hotel Kusuma Sahid Raya, Hotel Sahid Jaya, Hotel Novotel, dan Hotel Best Western Premier. Bahkan sekarang telah dibangun hotel dan apartement Solo Paragon yang berlantai 25. Untuk restaurant terdapat beberapa macam, anatar lain Diamond restaurant yang bertaraf internasional, Omah Sinten, Adem Ayem, Gladak Langen Bogan, Pringsewu ঙ Fasilitas Air Bersih : Terdapat tiga sumber untuk air bersih yaitu dari Mata Air Cokro Tulung, Sungai Bengawan Solo, dan sumur dalam ঙ Fasilitas Drainase : Terdapat beberapa sungai yang berfungsi mengurangi genangan dan banjir di Kota Surakarta yaitu Sungai Kalianyar, Sungai Pepe, Sungai Jenes, Sungai Wingko, dan Sungai Premulung serta drainase kecil lainnya. ঙ Fasilitas Penegelolaan Sampah dan Limbah : Sampah yaitu di TPA Putri Cempo dan beberapa TPS lainnya, Limbah yaitu IPAL Semanggi dan IPAL Mojosongo ঙ Fasilitas Telekomunikasi, Listrik dan Gas : Terdapat dari PLN Kota Surakarta, PT Telkom Surakarta dan PT Pertamina Isu dan Prospek Kota Surakarta Isu – Isu Kota Surakarta 1. Kota dengan Pemerintahan Terbaik Kementrian Dalam Negeri memberikan apresiasi kepada Pemerintah Daerah Kota Surakarta sebagai penyelenggara pemerintahan daerah yang terbaik. Penilaian dilakukan secara komprehensif dan obyektif dengan 173 indikator penilaian daerah, mulai dari lingkungan hidup, tata ruang, catatan sipil, hingga ketahanan pangan. Kota Solo berhasil mengalahkan kota – kota besar lainnya di Indonesia. Hal itu dapat mendukung kota Solo sebagai kota internasional dan mengangkat martabat kota Solo dibandingkan kota – kota lainnya. Sehingga dapat menggugah pemerintah untuk memberikan pelayanan yang baik terutama kepada warga masyarakat Surakarta dan warga asing yang ingin berkunjung ke Kota Solo. 2. Kota Solo sebagai Kota Konferensi Internasional a. Konferensi AMPCHUD Se-Asia Pasifik Konferensi ini membahas mengenai masalah permukiman di wilayah negara – negara yang sedang berkembang. Banyaknya permukiman illegal dan kumuh menjadi topic utama yang dibicarakan di konferensi ini. Pemindahan permukiman kumuh di kawasan Pucang Sawit ke Mojosongo oleh Pemerintah Surakarta dengan baik juga dapat dijadikan contoh dalam konferensi permasalahan permukiman tersebut. b. Konferensi Penanganan PKL Se-Asia Pasifik Kota Surakarta menjadi percontohan dalam model penataan pedagang kaki lima (PKL) untuk kawasan Asia Pasifik.. Keberadaan sector informal terutama pedagang kaki lima sering tidak diperhatikan oleh pemerintah dan sering terjadi pertikaian apabila dipindahakan secara paksa.Pemerintah seolah tidak peduli dengan keberadaan mereka Tetapi hal itu tidak dilakukan oleh pemerintah Surakarta. Pemerintah Kota Solo berhasil merelokasi dan menata pedagang kaki lima ke dalam suatu kawasan khusus tanpa adanya pertikaian maupun paksaan. Mereka dengan sendirinya ingin mengikuti aturan pemerintah kota. Hal in disebabkan adanya negosiasi khusus yang dilakukan oleh Walikota, Ir. Joko Widodo terhadap para pedagang kaki lima. Negara – Negara lain pun heran dan kagum terhadap yang dilakukan oleh pemerintah Surakarta dalam upaya merelokasi pedagang kaki lima. Oleh sebab itu digelar konferensi internasional tersebut di Kota Surakarta. c. Konferensi Asian Parlementari Assembly Kota Solo menjadi tuan rumah pelaksanaan forum pertemuan parlemen tingkat Asia atau Asian Parliamentary Assembly (APA) yang akan digelar pada 28 hingga 29 September 2011 mendatang Menurut Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen ,Hidayat Nur Wahid,Indonesia bukan hanya Bali dan Jakarta saja, sehingga kami mengusulkan Solo sebagai tuan tumah pelaksanaan APA tersebut. Indonesia dikenal sebagai Negara yang demokratis ditengah perbedaan, dan itu semua ada di Kota Solo yang dikenal dengan kerukunannya serta kualitas budaya di masyarakat. Dalam pertemuan parlemen asia tersebut juga digelar konferensi tentang prinsip-prinsip kerjasama dan persahabatan di Asia. Diharapkan semua negara yang hadir dalam APA tersebut bisa belajar mengenai prinsip-prinsip persahabatan dan kerjasama di Kota Solo. Sebab semua itu ada di Kota Solo dan berharap pelaksanaan konferensi tersebut bisa menjadi nilai tambah mengenai prinsip kerjasama dan persahabatan di Asia sehingga tidak hanya menjadi teori saja. Dengan adanya nilai tambah tersebut, diharapkan forum parlemen di Asia tersebut tidak hanya menjadi tempat berkumpul para parlemen dari 41 negara yang berasal dari Asia Tenggara, Asia Timur serta Asia Barat saja tetapi juga memberikan sumbangsih dan masukan bagi negara-negara di Asia dengan mengambil contoh Kota Solo. 3. Eco-Cultural City Kota Solo ingin menjadikan sebagai Eco-Cultural City yang artinya bahwa kota budaya yang berwawasan lingkungan. Hal ini dimaksud untuk menjaga kelestarian budaya yang terdapat di Kota Solo tetapi juga dengan menjaga kelestarian lingkungannya. Banyak tempat wisata budaya yang telah dijadikan sebagai Cagar Budaya agar terlindungi dan telah direvitalisasi oleh pemerintah sehingga keberadaannya dapat dinikmati oleh masyarakat domestic maupun mancanegara. Pemerintah Kota pun sedang melakukan pemasaran Kota Solo dengan menggelar event budaya yang berskala nasional maupun internasional. Selain itu Kota Solo juga telah merencankan menjadikan kota dalam kebun pada tahun 2015 dan kota dalam hutan pada tahun 2025. Perlu diketahui pula bahwa saat ini keberadaan RTH di Surakarta hanya 18 %, jauh di bawah standart yang berkisar 30 %. Untuk itu, saat ini sedang diadakan lomba penataaan tata lingkungan di kelurahan di Surakarta guna meningkatkan RTH dan mendukung Eco-Cultural city di Kota Surakarta. Prospek Kota Surakarta Di dunia internasional, Indonesia hanya dikenal dengan Jakarta dan Bali saja. Tetapi Kota Surakarta dengan visinya sebagai Kota Budaya dapat menjadi suatu kota internasional yang dikenal di seluruh mancanegara. Hal itu disebabkan banyak faktor yang membantu dalam mempromosikan Kota Solo tersebut antara lain pengenalan budaya Solo ke dunia internasional melalui event budaya maupun konferensi internasional dan pelayanan yang baik kepada para pendatang atau wisatawan yang berkunjung ke Solo. Dalam promosi budaya Solo, pemerintah telah aktif menggelar pementasan budaya yang bertaraf internasional yaitu SIPA, Solo Batik Carnival, SIEM. Banyak budayawan pendatang atau dari luar negeri yang ikut berpartisipasi aktif dalam pementasan tersebut. Maka hal itu dapat menarik turis asing untuk menonton pementasan tersebut dan lebih mengenali kota Solo. Budaya yang kuat melalui Batik, Keris, Wayang yang sudah diakui secara internasional juga akan menambah daya tarik wisatawan asing untuk berkunjung ke Solo. Secara otomatis pula, ekonomi warga sekitar akan terangakat karena jumlah wisatawan yang terus melonjak. Dalam konferensi internasional, pemerintah Kota Solo sering ditunjuk untuk menjadi tuan rumah dalam event internasional tersebut. Para delegasi dari luar negeri akan berkunjung ke Solo untuk menghadiri konferensi tersebut. Dengan begitu para delegasi tersebut akan mengenali kota Solo dan karakteristik khas Kota Solo. Pelayanan yang baik juga sangat berpengaruh. Jika pemerintah tidak mempersulit pelayanan terhadap kedatangan turis asing maka turis asing pun dengan senag hati akan melakukan kunjungan ke Kota Solo. Begitu pula dengan para delegasi dari luar negeri yang akan menghadiri rapat atau konferensi di Solo. Jika kedatangan mereka disambut dengan baik tidak dipersulit dan disuguhkan aroma budaya Solo meliputi pengenalan batik Solo, wayang Solo, Keris Solo, Serabi Solo, Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran, serta Pasar Gedhe yang kaya sejarahnya, maka mereka akan terkagum dan akan menjadi sarana promosi ke negara asal delegasi maupun turis tersebut. Tak ketinggalan pula dengan perbaikan infrastruktur, pelayanan transportasi dan kondisi lingkungan yang baik akan membuat mereka aman dan nyaman selama berada di Solo. Keberadaan wisatawan yang meningkat juga akan meningkatkan kondisi perekonomian di Kota Solo. Dan dimulai dari hal tersebut maka tak heran jika nantinya Kota Solo dikenal sebagai Kota Internasional di Indonesia selain Jakarta dan Bali tetapi juga tidak meninggalkan unsure budaya di dalamnya. DAFTAR PUSTAKA Kota Surakarta dalam Angka Tahun 2009 PDRB Kota Surakarta Tahun 2009 Pontoh K, Nia dkk. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan. Penerbit ITB Press: Bandung Yunus, Hadi Sabari. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar: Yogyakarta www.pemkot-surakarta.go.id diakses tanggal 3 Mei 2011 www.wikipedia.com diakses tanggal 3 Mei 2011 www.joglosemar.co.id diakses tanggal 5 Mei 2011

Kota Surakarta sebagai Kota Internasional yang Berbudaya

Riwayat Perkembangan Kota Surakarta 1. Toponomi Kota Surakarta Kota Surakarta yang juga dikenal sebagai Kota Solo memiliki semacam keunikan tersendiri dengan adanya dua cara penamaan terhadap eksistensi kota tua ini. Nama ‘Solo’ diambil dari nama tempat bermukimnya pimpinan kuli pelabuhan, yaitu Ki Soroh Bau (bahasa Jawa, yang berarti kepala tukang tenaga) yang berangsur-angsur terjadi pemudahan ucapan menjadi Ki Sala atau Ki Ageng Sala, yang berada disekitar Bandar Nusupan semasa Kadipaten dan Kerajaan Pajang (1500-1600). Lokasi Bandar Nususpan itu kemudian disebut Desa Sala dan kemudian sekarang lokasi tersebut dikenal dengan Kota Solo. Sementara nama ‘Surakarta’ diambil dari nama dinasti Kerajaan Mataram Jawa yang berpindah dari Kraton Kartasura pada tahun 1745. Perpindahan kraton dilakukan oleh Raja Paku Buwono II karena Kraton Kartasura sudah hancur akibat peperangan dan pemberontakan yang terkenal dengan Geger Pecinan tahun 1742. Akhiran -karta merujuk pada kota, dan kota Surakarta masih memiliki hubungan sejarah yang erat dengan ‘Kartasura’ 2. Sejarah Kota Surakarta Sejarah kelahiran Kota Surakarta dimulai pada masa pemerintahan Raja Paku Buwono II di keraton Kartasura. Pada masa itu terjadi pemberontakan Mas Garendi (Sunan Kuning) dibantu kerabat-kerabat Keraton yang tidak setuju dengan sikap Paku Buwono II yang mengadakan kerjasama dengan Belanda. Salah satu pendukung pemberontakan ini adalah Pangeran Sambernyowo (RM Said) yang merasa kecewa karena daerah Sukowati yang dulu diberikan oleh keraton Kartasura kepada ayahandanya dipangkas. Karena terdesak, Paku Buwono mengungsi kedaerah Jawa Timur (Pacitan dan Ponorogo). Dengan bantuan pasukan Kumpeni dibawah pimpinan Mayor Baron Van Hohendrof serta Adipati Bagus Suroto dari Ponorogo pemberontakan berhasil dipadamkan. Setelah tahu keraton Kartasura dihancurkan Paku Buwono II lalu memerintahkan Tumenggung Tirtowiguno, Tumenggung Honggowongso, dan Pangeran Wijil untuk mencari lokasi ibu kota Kerajaan yang baru. Pada tahun 1745, dengan berbagai pertimbangan fisik dan supranatural, Paku Buwono II memilih desa Sala – sebuah desa di tepi sungai Bengawan Solo – daerah yang terasa tepat untuk membangun istana yang baru. Sejak saat itulah, desa sala segera berubah menjadi Surakarta Hadiningrat. Melihat perjalanan sejarah tersebut, nampak jelas bahwa perkembangan dan dinamika Kota Surakarta pada masa dahulu sangat dipengaruhi selain oleh Pusat Pemerintahan dan Budaya Keraton (Kasunanan dan Mangkunegaran), juga oleh kolonialisme Belanda (Benteng Verstenberg). Sedangkan pertumbuhan dan persebaran ekonomi melalui Pasar Gedhe (Hardjonagoro). Hingga sekarang pusat – pusat pertumbuhan kota Surakarta masih berada di kawasan Gladak, yaitu berada di sekitar keraton Kasunanan, benteng Vastenburg, dan pasar Gedhe. Namun benteng Vastenburg samapai sekarang kondisinya masih memprihatinkan. 3. Sejarah Pemerintahan Kota Surakarta Tanggal 16 Juni merupakan hari jadi Pemerintahan Kota Surakarta. Secara de facto tanggal 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota Surakarta yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sekaligus menghapus kekuasaan keraton Kasunanan dan Mangkunegaran. Nama Surakarta digunakan dalam konteks formal, sedangkan nama Solo untuk konteks informal. Ketika Indonesia masih menganut ejaan ‘Repoeblik’, nama kota ini juga ditulis Soerakarta. Secara yuridis Kota Surakarta terbentuk berdasarkan penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 16/SD, yang diumumkan pada tanggal 15 Juli. Perkembangan Kota Surakarta dimulai dengan periode Pemerintahan Harminte Surakarta, Pemerintah Daerah Surakarta, Pemerintah Daerah Kotapraja Surakarta, Pemerintah Kotamadaya Surakarta, hingga sekarang sejak berlakunya daerah otonomi menjadi Kota Surakarta sejak diberlakukannyaundan-undang tentang otonomi daerah. Surakarta memiliki semboyan "Berseri", akronim dari "Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah", sebagai slogan pemeliharaan keindahan kota. Untuk kepentingan pemasaran pariwisata, Solo mengambil slogan pariwisata Solo, The Spirit of Java (Jiwanya Jawa) sebagai upaya pencitraan kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa. Selain itu Kota Solo juga memiliki beberapa julukan, antara lain Kota Batik, Kota Budaya, Kota Liwet. Karakteristik Sosial Kota Surakarta 1. Administrasi Kota Surakarta Kota Surakarta terletak di 110° 45’ 15” sampai 110°45’ 35” bujur timur dan 7°36’ sampai 7°56’ lintang selatan; berbatasan langsung dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan. Surakarta dibagi menjadi 5 kecamatan dengan 51 kelurahan. Kecamatan Kelurahan RW RT KK Laweyan 11 105 454 25.899 Serengan 7 72 309 14.033 Pasar kliwon 9 100 424 22.035 Jebres 11 149 631 37.605 Banjarsari 13 169 851 45.965 Total 51 595 2.669 145.537 Tabel 1. Kecamatan dan Jumlah Kelurahan, RW, RT, serta KK di Kota Surakarta 2. Ekonomi Kota Surakarta Pertumbuhan ekonomi Surakarta pada tahun 2009 secara agregat cukup dinamis. Sejak terjadinya krisis pada pertengahan tahun 1997 dan tahun 1998, pertumbuhan ekonomi tahun tersebut menurun drastis sekitar minus 13,93%. Namun demikian pada periode 2001-2009, perekonomian Surakarta menunjukkan adanya perbaikan yaitu tumbuh berkisar 4-6%. Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) 2000 4,16 2005 5,15 2001 4,12 2006 5,43 2002 4,97 2007 5,82 2003 6,11 2008 5,69 2004 5,80 2009 5,90 Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Kota Surakarta Tahun 2000 – 2009 Sektor Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Pertanian -2,37 0,88 1,20 1,54 -1,14 1,19 Pertambangan -0,72 3,34 -0,21 2,31 4,22 -2,24 Industri 6,07 1,47 2,55 3,46 2,32 2,94 Listrik, gas & air 7,61 4,45 9,25 5,56 6,35 8,13 Bangunan 1,44 8,24 5,85 9,64 10,27 7,30 Perdagangan, hotel & restoran 8,01 7,58 6,93 6,36 7,52 6,35 Pengangkutan& komunikasi 6,13 5,48 5,96 6,00 4,92 7,75 Keuangan, persewaan&jasa perusahaan 5,65 6,74 6,20 5,93 5,73 7,11 Jasa-jasa 4,54 4,79 6,97 6,20 5,22 7,05 Total 5,80 5,15 5,43 5,82 5,69 5,90 Tabel 3. PDRB Kota Surakarta Tahun 2004 – 2009 3. Demografi Kota Surakarta Berdasarkan hasil estimasi survei penduduk antar sensus (2005) tahun 2009 penduduk kota surakarta mencapai 528.202 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 89;38 yang artinya bahwa pada setiap 100 penduduk perempuan terdapat sebanyak 89 penduduk laki-laki-laki. Tingkat kepadatan penduduk Kota Surakarta tahun 2009 mencapai 11.988 jiwa/km2. Tahun 2008 tingkat kepadatan penduduk tertinggi berada di kecamtan Serengan yang mencapai angka 19.959 jiwa. dengan tingkat kepadatan yang tinggi akan berdampak pada masalah-masalah sosial seperti perumahan, kesehatan dan juga tingkat kriminalitas. Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Total Rasio jenis kelamin Pertambahan jiwa dari kurun sebelumnya Pertumbuhan penduduk 2005 250.868 283.672 534.540 88,44 23.829 4,66 2006 254.259 258.639 512.898 98,31 -21.642 -4,05 2007 246.132 269.240 515.372 91,42 2.474 0,48 2008 247.245 275.690 522.935 89,69 7.563 1,47 2009 249.287 278.915 528.202 89,38 5.267 1,01 Tabel 4. Demografi Kota Surakarta Tahun 2005 – 2009 Dalam sensus penduduk terakhir (belum dicantumkan di BPS Surakarta), jumlah penduduk kota Surakarta pada tahun 2010 adalah 503.421 jiwa. Jika dibandingkan dengan kota lain di Indonesia, kota Surakarta merupakan kota terpadat di Jawa Tengah dan ke-8 terpadat di Indonesia, dengan luas wilayah ke-13 terkecil, dan populasi terbanyak ke-22 dari 93 kota otonom dan 5 kota administratif di Indonesia. Penduduk Solo disebut sebagai wong Solo, dan istilah putri Solo juga banyak digunakan untuk menyebut wanita yang memiliki karakteristik mirip wanita dari Solo yang mempunyai ciri khas berperilaku ramah tamah dan bertutur kata lemah lembut. 4. Budaya Kota Surakarta Kota Surakarta dikenal sebagai salah satu inti kebudayaan Jawa karena secara tradisional merupakan salah satu pusat politik dan pengembangan tradisi Jawa. Hal itu juga dikuatkan dengan adanya slogan “Solo the Spirit of Java”. Kemakmuran wilayah ini sejak abad ke-19 mendorong berkembangnya berbagai literatur berbahasa Jawa, tarian, seni boga, busana, arsitektur, dan bermacam-macam ekspresi budaya lainnya. Orang mengetahui adanya "persaingan" kultural antara Surakarta dan Yogyakarta, sehingga melahirkan apa yang dikenal sebagai "gaya Surakarta" dan "gaya Yogyakarta" di bidang busana, gerak tarian, seni tatah kulit (wayang), pengolahan batik, gamelan, dan sebagainya. Bahasa yang digunakan di Surakarta adalah bahasa Jawa Surakarta dialek Mataraman (Jawa Tengahan) dengan varian Surakarta. Dialek Mataraman/Jawa Tengahan juga dituturkan di daerah Yogyakarta, Magelang timur, Semarang, Pati, Madiun, hingga sebagian besar Kediri. Meskipun demikian, varian lokal Surakarta ini dikenal sebagai ‘varian halus’ karena penggunaan kata-kata krama yang meluas dalam percakapan sehari-hari, lebih luas daripada yang digunakan di tempat lain. Bahasa Jawa varian Surakarta digunakan sebagai standar bahasa Jawa nasional (dan internasional, seperti di Suriname). Beberapa kata juga mengalami spesifikasi, seperti pengucapan kata "inggih" ("ya" bentuk krama) yang penuh (/iŋgɪh/), berbeda dari beberapa varian lain yang melafalkannya "injih" (/iŋdʒɪh/), seperti di Yogyakarta dan Magelang. Dalam banyak hal, varian Surakarta lebih mendekati varian Madiun-Kediri, daripada varian wilayah Jawa Tengahan lainnya. Walaupun dalam kesehariannya masyarakat Kota Surakarta menggunakan bahasa nasional bahasa Indonesia, namun sejak kepemimpinan walikota Joko Widodo bahasa Jawa mulai digalakkan kembali penggunaannya di tempat-tempat umum, termasuk pada plang nama-nama jalan dan nama-nama instansi pemerintahan dan bisnis swasta. Kota Surakarta memiliki beberapa tarian daerah seperti Bedhaya (Ketawang, Dorodasih, Sukoharjo, dll.) dan Srimpi (Gandakusuma dan Sangupati). Tarian ini masih dilestarikan di lingkungan Keraton Solo. Tarian seperti Bedhaya Ketawang secara resmi hanya ditarikan sekali dalam setahun untuk menghormati Sri Susuhunan Pakoe Boewono sebagai pemimpin Kota Surakarta. Budaya lain yang begitu melekat dengan Kota Surakarta adalah batik. Batik di kota ini memiliki corak dan ciri pengolahan yang khas: corak sidomukti dan sidoluruh dengan warna kecoklatan (sogan) yang mengisi ruang bebas warna. Ciri khas batik Solo yang lain adalah dari segi warna, pemilihan warnanya cenderung kecoklatan gelap dan mengikuti kecenderungan batik pedalaman. Hal itu berbeda dengan batik Yogyakarta maupun Batik Pekalongan yang cenderung agak terang. Jenis bahan batik bermacam-macam, mulai dari sutra hingga katun, dan cara pengerjaannya pun beraneka macam, mulai dari batik tulis hingga batik cap. Keberadaan batik sendiri sudah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia dan Kota Solo sendiri dijuluki sebagai “The Capital of Batik”. Di Solo juga terdapat beberapa industry batik terbesar yang dikenal hingga ke mancanegara antara lain Batik Danar Hadi, Batik Semar dan Batik Keris. Selain itu juga terdapat home industry batik di kawasan Kampung Batik Kauman dan Kampung Batik Laweyan. Lagu dalam budaya Solo (bahasa Jawa) juga telah dikenal di masyarakat luas yaitu Tembang Campur Sari. Banyak musisi campur sari yang telah dikenal antara lain Waljinah, Didi Kempot. Terdapat pula lagu Bengawan Solo ciptaan Gesang yang terkenal hingga mancanegara. Selain lagu, Wayang, Keris, dan Gamelan juga merupakan budaya Surakarta. Bahkan wayang dan keris juga telah ditetapkan sebagai warisan budaya nasional oleh UNESCO. Dalam hal wisata budaya, Kota Surakarta mempunyai beberapa tempat budaya antara lain Keraton Kasunanan dan Keraton Mangkunegaran, Museum Radya Pustaka sebagai museum tertua di Indonesia, Museum Batik Danar Hadi, Kampung Batik Kauman dan Kampung Batik Laweyan, Taman Sriwedari yang merupakan bekas Kebon Raja, PAsar Klewer sebagai pusat grosir tekstil khususnya batik terbesar seluruh Indonesia, Pasar Gedhe sebagai pusat pasar tradisional di Surakarta, Koridor Ngarsopuro sebagai koridor budayanya wong Solo. Kuliner Serabi Solo atau Timlo Solo juga dapat dinikmati sambil mengunjugi lokasi wisata tersebut. Selain itu akhir – akhir ini Kota Surakarta sering menggelar event budaya yang berskala nasional maupun internasional seperti Kirab 1 Suro, Grebeg Mulud, Grebeg Syawalan, Grebeg Sudiro, Grebeg Pasa, Sekaten, Festival Dolanan Bocah, Solo Menari 24 Jam, Solo Batik Carnival, Kirab Budaya Surakarta, Solo International Performing Art (SIPA), Solo Internasional Contemporery Ethnic Music (SIEM). Karakteristik Fisik Kota Surakarta 1. Ekologi Kota Surakarta Kota Surakarta merupakan sebuah kota lembah karena posisinya berupa cekungan dan diapit oleh gunung Lawu, gunung Merapi-Merbabu, pegunungan kapur selatan dan pegunungan kapur utara atau wilayah-wilayah dengan topografi yang lebih tinggi. Kota ini dilintasi oleh sungai Jenes (anak sungai Pepe); Pepe, Anyar, Premulung, dan Wingko (anak sungai Bengawan Solo); serta sungai yang menjadi ikon kota yaitu Bengawan Solo. Hingga tahun 2011 Kota Surakarta baru memenuhi 18% RTH dari yang seharusnya ada yaitu 30% dari keseluruhan luas kota. RTH di Kota Surakarta terdiri dari taman kota (taman Sekartaji, Gesang, Tirtonadi, Balekambang, Satwa Taru Jurug, Sriwedari), alun-alun, dan UNS. 2. Bentuk dan Struktur Kota Surakarta Dari temuan hasil berbagai studi kasus di Kota Surakarta, secara biologis morfologinya tersusun atas tiga komponen utama yaitu tulang (untilitas kota: jalan, rel yang tumbuh dalam berbagai formasi memusat, mengelompok, dan organik), kulit (bangunan hunian yang tumbuh secara horisontal, vertikal, dan interestesial), serta darah (aktivitas manusia yang terdiri dari orang pribumi seperti Jawa, Madura, Banjar; orang pendatang seperti Cina, Arab/India, Belanda); dan orang priyayi atau para bangsawan). Kota Surakarta tersusun oleh tiga konsep berlainan yang saling tumpang tindih, yaitu konsep organik oleh masyarakat pribumi, konsep kolonial oleh masyarakat Belanda, dan konsep kosmologi oleh masyarakat keraton Jawa. Menurut teori morfologi kota (Hadi Sabari Yunus, 2008: 111), Kota Surakarta termasuk dalam bentuk Under Bounded City, yaitu perkembangan kota hingga keluar batas administrasinya dengan adanyan perkembangan menuju ke arah Palur dan Colomadu yang termasuk kabupaten Karanganyar, serta ke arah Kartasura dan Solo Baru yang termasuk Kabupaten Sukoharjo. Sedangkan pertumbuhan kota yang bersifat ribbon development mengikuti persebaran jalan utama ke arah kota satelitnya membentuk pola kota menjadi Stellar atau Radial. Sturktur kota berdasarkan elemennya land telah berkembang dari kota air ke kota daratan. Untuk elemen bangunan juga telah berkembang dari tradisional, vernakuler, campuran, dan kontemporer. Untuk elemen manusia juga telah berkembang dari pribumi-agraris, non pribumi-agraris, hingga campuran keduanya. Kota Solo pada masa dahulu, terdapat aturan bahwa pembangunan suatu gedung tidak boleh melebihi menara sanggabuwana, sehingga terlihat rapi dengan pembangunan vertikal. Tetapi sejak masa 1990-an, city scape Kota Solo telah berubah dengan dibangunnya gedung – gendung tinggi yang melebihi menara Sanggabuwana karena lahan yang terbatas. Bahkan terdapat bangunan dengan lantai berjumlah 25 lantai sekarang ini. 3. Transportasi dan Infrastruktur Kota Surakarta a. Transportasi Sistem transportasi di Kota Surakarta dapat digolongkan dalam beberapa subsistem, yaitu: ও Subsistem pergerakan Di Kota Surakarta tahun 2009 ada sekitar 1.134 kendaraan umum yang berdomisili, terdiri dari 430 taksi, 423 angkutan, dan 281 bus perkotaan. Untuk menunjang pergerakan dengan menggunakan moda kereta api ada 4 stasiun yang aktif, yaitu stasiun Solo Balapan, stasiun Jebres, stasiun Purwosari, dan stasiun Solo Kota. Sementara untuk moda pesawat terbang, terdapat bandara internasional Adi Smarmo yang secara administratif terletak di Kabupaten Boyolali. Selain itu juga terdapat terminal bus tipe A yaitu Terminal Tirtonadi bagi moda bus dengan beberapa halte, Terminal Gilingan sebagai terminal moda travel, Terminal Harjodaksino dan Terminal Tipes sebagai terminal angkutan kota. Dalam hal transportasi, kota Solo telah dijadikan kota percontohan transportasi massal yaitu dengan diluncurkannya Solo Batik Trans dengan beberapa shelternya dan Railbus. Serta tak kalah pula transportasi untuk wisata yaitu bus tingkat Werkudara dan kereta uap Jaladara. Di kota Solo terdapat pula angkutan tradisional antara lain becak dan andong. ও Subsistem jaringan Kota Surakarta dilintasi jaringan jalan negara sepanjang 13,15 KM, jalan provinsi 16,33 KM, sedangkan jalan kabupaten/kota sendiri sepanjang 675,86 KM yang kompisisi penyusun jalannya berupa aspal, kerikil, tanah, serta tidak diperinci. Keadaan kondisi jalan untuk jalan negara 2,65 KM dalam keadaan baik, 6,05 KM dalam keadaan sedang, dan 4,45 KM dalam keadaan rusak. Untuk jalan provinsi 3,75 KM dalam keadaan sedang dan 12,58 KM sisanya dalam keadaan rusak. Sementara jalan kabupaten/kota kondisinya saat ini 447,78 KM dalam keadaan baik, 206,92 Km dalam keadaan sedang, 18,29 KM dalam keadaan rusak, serta 2,87 KM rusak berat. Pola jaringan jalannya tersebar membentuk pola radial dengan menghubungkan wilayah sekitarnya. Jalan negara yang termasuk dalam jalan arteri primer berbatasan langsung dengan wilayah sekitarnya antara lain, Jalan Adi Sucipto yang menghubungkan ke Boyolali dan Semarang, Jalan Ir. Sutami yang menghubungkan Surabaya dan Karanganyar, Jalan Dr. Radjiman yang menghubungkan ke Klaten dan Yogyakarta, Jalan Brigjen Sudiarto yang menghubungkan Sukoharjo dan Wonogiri serta Jalan Kolonel Sugiono yang menghubungkan ke Purwodadi. Letak strategis jaringan jalan nasional tersebut juga sangat berpengaruh dalam perkembangan Kota Surakarta itu sendiri. Selain itu prasarana yang mendukung tranportasi di Surakarta antara lain adanya Pelican Crossing sebagai pembantu orang menyeberang jalan dan MVS sebagai penanda informasi kecepatan arus lalu lintas. b. Infastruktur di Kota Surakarta Infrastruktur yang menunjang kehidupan penduduk di Kota Surakarta: ঙ Fasilitas Pendidikan: 290 TK (negeri dan swasta), 272 SD, 79 SLTP, 42 SMA, 47 SMK, 32 universitas dan/atau sekolah tinggi dengan beberapa sekolah bertaraf internasional serta perguruan tinggi bertaraf internasional. ঙ Fasilitas Kesehatan: 19 rumah sakit, bahkan terdapat rumah sakit rujukan nasional yaitu Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. Soeharso ঙ Fasilitas Rekreasi dan Olahraga: Keraton Surakarta,Keraton Mangkunegaran, Museum Radya Pustaka, Taman dan Stadion Sriwedari, Taman Satwataru Jurug, Taman Balekambang, Kawasan Kompleks Olahraga Manahan, dll. ঙ Fasilitas Permukiman : Terdapat beberapa kawasan permukiman di beberapa tempat di Surakarta seperti di Serengan, Pasar Kliwon, Mojosongo, hingga kawasan elit di Banyuanyar dan Perumahan Fajar Indah. ঙ Fasilitas Ekonomi dan Perbankan : Terdapat beberapa pasar tradisional yang besar antara lain Pasar Gedhe, Pasar Legi, Pasar Klewer,dll.. Selain itu terdapat pasar modern di Kota Surakarta antara lain Solo Grand Mall, Solo square, Pusat Grosir Solo, dll. Untuk Perbankan terdapat bank – bank besar seperti Bank Indonesia, Bank Mandiri, BCA, BNI 46, BRI. ঙ Fasilitas Peribadatan : Masjid Agung Surakarta, Gereja St. Antonius Purbayan, Klenteng ঙ Fasilitas Jasa (Hotel dan Restaurant. Beberapa hotel berbintang telah bertaraf internasional, seperti Hotel Kusuma Sahid Raya, Hotel Sahid Jaya, Hotel Novotel, dan Hotel Best Western Premier. Bahkan sekarang telah dibangun hotel dan apartement Solo Paragon yang berlantai 25. Untuk restaurant terdapat beberapa macam, anatar lain Diamond restaurant yang bertaraf internasional, Omah Sinten, Adem Ayem, Gladak Langen Bogan, Pringsewu ঙ Fasilitas Air Bersih : Terdapat tiga sumber untuk air bersih yaitu dari Mata Air Cokro Tulung, Sungai Bengawan Solo, dan sumur dalam ঙ Fasilitas Drainase : Terdapat beberapa sungai yang berfungsi mengurangi genangan dan banjir di Kota Surakarta yaitu Sungai Kalianyar, Sungai Pepe, Sungai Jenes, Sungai Wingko, dan Sungai Premulung serta drainase kecil lainnya. ঙ Fasilitas Penegelolaan Sampah dan Limbah : Sampah yaitu di TPA Putri Cempo dan beberapa TPS lainnya, Limbah yaitu IPAL Semanggi dan IPAL Mojosongo ঙ Fasilitas Telekomunikasi, Listrik dan Gas : Terdapat dari PLN Kota Surakarta, PT Telkom Surakarta dan PT Pertamina Isu dan Prospek Kota Surakarta Isu – Isu Kota Surakarta 1. Kota dengan Pemerintahan Terbaik Kementrian Dalam Negeri memberikan apresiasi kepada Pemerintah Daerah Kota Surakarta sebagai penyelenggara pemerintahan daerah yang terbaik. Penilaian dilakukan secara komprehensif dan obyektif dengan 173 indikator penilaian daerah, mulai dari lingkungan hidup, tata ruang, catatan sipil, hingga ketahanan pangan. Kota Solo berhasil mengalahkan kota – kota besar lainnya di Indonesia. Hal itu dapat mendukung kota Solo sebagai kota internasional dan mengangkat martabat kota Solo dibandingkan kota – kota lainnya. Sehingga dapat menggugah pemerintah untuk memberikan pelayanan yang baik terutama kepada warga masyarakat Surakarta dan warga asing yang ingin berkunjung ke Kota Solo. 2. Kota Solo sebagai Kota Konferensi Internasional a. Konferensi AMPCHUD Se-Asia Pasifik Konferensi ini membahas mengenai masalah permukiman di wilayah negara – negara yang sedang berkembang. Banyaknya permukiman illegal dan kumuh menjadi topic utama yang dibicarakan di konferensi ini. Pemindahan permukiman kumuh di kawasan Pucang Sawit ke Mojosongo oleh Pemerintah Surakarta dengan baik juga dapat dijadikan contoh dalam konferensi permasalahan permukiman tersebut. b. Konferensi Penanganan PKL Se-Asia Pasifik Kota Surakarta menjadi percontohan dalam model penataan pedagang kaki lima (PKL) untuk kawasan Asia Pasifik.. Keberadaan sector informal terutama pedagang kaki lima sering tidak diperhatikan oleh pemerintah dan sering terjadi pertikaian apabila dipindahakan secara paksa.Pemerintah seolah tidak peduli dengan keberadaan mereka Tetapi hal itu tidak dilakukan oleh pemerintah Surakarta. Pemerintah Kota Solo berhasil merelokasi dan menata pedagang kaki lima ke dalam suatu kawasan khusus tanpa adanya pertikaian maupun paksaan. Mereka dengan sendirinya ingin mengikuti aturan pemerintah kota. Hal in disebabkan adanya negosiasi khusus yang dilakukan oleh Walikota, Ir. Joko Widodo terhadap para pedagang kaki lima. Negara – Negara lain pun heran dan kagum terhadap yang dilakukan oleh pemerintah Surakarta dalam upaya merelokasi pedagang kaki lima. Oleh sebab itu digelar konferensi internasional tersebut di Kota Surakarta. c. Konferensi Asian Parlementari Assembly Kota Solo menjadi tuan rumah pelaksanaan forum pertemuan parlemen tingkat Asia atau Asian Parliamentary Assembly (APA) yang akan digelar pada 28 hingga 29 September 2011 mendatang Menurut Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen ,Hidayat Nur Wahid,Indonesia bukan hanya Bali dan Jakarta saja, sehingga kami mengusulkan Solo sebagai tuan tumah pelaksanaan APA tersebut. Indonesia dikenal sebagai Negara yang demokratis ditengah perbedaan, dan itu semua ada di Kota Solo yang dikenal dengan kerukunannya serta kualitas budaya di masyarakat. Dalam pertemuan parlemen asia tersebut juga digelar konferensi tentang prinsip-prinsip kerjasama dan persahabatan di Asia. Diharapkan semua negara yang hadir dalam APA tersebut bisa belajar mengenai prinsip-prinsip persahabatan dan kerjasama di Kota Solo. Sebab semua itu ada di Kota Solo dan berharap pelaksanaan konferensi tersebut bisa menjadi nilai tambah mengenai prinsip kerjasama dan persahabatan di Asia sehingga tidak hanya menjadi teori saja. Dengan adanya nilai tambah tersebut, diharapkan forum parlemen di Asia tersebut tidak hanya menjadi tempat berkumpul para parlemen dari 41 negara yang berasal dari Asia Tenggara, Asia Timur serta Asia Barat saja tetapi juga memberikan sumbangsih dan masukan bagi negara-negara di Asia dengan mengambil contoh Kota Solo. 3. Eco-Cultural City Kota Solo ingin menjadikan sebagai Eco-Cultural City yang artinya bahwa kota budaya yang berwawasan lingkungan. Hal ini dimaksud untuk menjaga kelestarian budaya yang terdapat di Kota Solo tetapi juga dengan menjaga kelestarian lingkungannya. Banyak tempat wisata budaya yang telah dijadikan sebagai Cagar Budaya agar terlindungi dan telah direvitalisasi oleh pemerintah sehingga keberadaannya dapat dinikmati oleh masyarakat domestic maupun mancanegara. Pemerintah Kota pun sedang melakukan pemasaran Kota Solo dengan menggelar event budaya yang berskala nasional maupun internasional. Selain itu Kota Solo juga telah merencankan menjadikan kota dalam kebun pada tahun 2015 dan kota dalam hutan pada tahun 2025. Perlu diketahui pula bahwa saat ini keberadaan RTH di Surakarta hanya 18 %, jauh di bawah standart yang berkisar 30 %. Untuk itu, saat ini sedang diadakan lomba penataaan tata lingkungan di kelurahan di Surakarta guna meningkatkan RTH dan mendukung Eco-Cultural city di Kota Surakarta. Prospek Kota Surakarta Di dunia internasional, Indonesia hanya dikenal dengan Jakarta dan Bali saja. Tetapi Kota Surakarta dengan visinya sebagai Kota Budaya dapat menjadi suatu kota internasional yang dikenal di seluruh mancanegara. Hal itu disebabkan banyak faktor yang membantu dalam mempromosikan Kota Solo tersebut antara lain pengenalan budaya Solo ke dunia internasional melalui event budaya maupun konferensi internasional dan pelayanan yang baik kepada para pendatang atau wisatawan yang berkunjung ke Solo. Dalam promosi budaya Solo, pemerintah telah aktif menggelar pementasan budaya yang bertaraf internasional yaitu SIPA, Solo Batik Carnival, SIEM. Banyak budayawan pendatang atau dari luar negeri yang ikut berpartisipasi aktif dalam pementasan tersebut. Maka hal itu dapat menarik turis asing untuk menonton pementasan tersebut dan lebih mengenali kota Solo. Budaya yang kuat melalui Batik, Keris, Wayang yang sudah diakui secara internasional juga akan menambah daya tarik wisatawan asing untuk berkunjung ke Solo. Secara otomatis pula, ekonomi warga sekitar akan terangakat karena jumlah wisatawan yang terus melonjak. Dalam konferensi internasional, pemerintah Kota Solo sering ditunjuk untuk menjadi tuan rumah dalam event internasional tersebut. Para delegasi dari luar negeri akan berkunjung ke Solo untuk menghadiri konferensi tersebut. Dengan begitu para delegasi tersebut akan mengenali kota Solo dan karakteristik khas Kota Solo. Pelayanan yang baik juga sangat berpengaruh. Jika pemerintah tidak mempersulit pelayanan terhadap kedatangan turis asing maka turis asing pun dengan senag hati akan melakukan kunjungan ke Kota Solo. Begitu pula dengan para delegasi dari luar negeri yang akan menghadiri rapat atau konferensi di Solo. Jika kedatangan mereka disambut dengan baik tidak dipersulit dan disuguhkan aroma budaya Solo meliputi pengenalan batik Solo, wayang Solo, Keris Solo, Serabi Solo, Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran, serta Pasar Gedhe yang kaya sejarahnya, maka mereka akan terkagum dan akan menjadi sarana promosi ke negara asal delegasi maupun turis tersebut. Tak ketinggalan pula dengan perbaikan infrastruktur, pelayanan transportasi dan kondisi lingkungan yang baik akan membuat mereka aman dan nyaman selama berada di Solo. Keberadaan wisatawan yang meningkat juga akan meningkatkan kondisi perekonomian di Kota Solo. Dan dimulai dari hal tersebut maka tak heran jika nantinya Kota Solo dikenal sebagai Kota Internasional di Indonesia selain Jakarta dan Bali tetapi juga tidak meninggalkan unsure budaya di dalamnya. DAFTAR PUSTAKA Kota Surakarta dalam Angka Tahun 2009 PDRB Kota Surakarta Tahun 2009 Pontoh K, Nia dkk. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan. Penerbit ITB Press: Bandung Yunus, Hadi Sabari. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar: Yogyakarta www.pemkot-surakarta.go.id diakses tanggal 3 Mei 2011 www.wikipedia.com diakses tanggal 3 Mei 2011 www.joglosemar.co.id diakses tanggal 5 Mei 2011

Manajemen Pengelolaan Museum Radya Pustaka Surakarta

Latar Belakang Sejak dipopulerkannya slogan “SOLO sebagai ECO-CULTURAL CITY” telah membuat banyak pihak antara lain pemerintah, masyarakat dan swasta untuk membentuk karakter Kota Solo sebagai kota budaya yang berwawasan lingkungan. Banyak bangunan – bangunan yang bernilai sejarah dan berbudaya di Kota Solo yang terus dilakukan perbaikan atau renovasi oleh semua pahak tersebut. Salah satunya adalah Museum Radya Pustaka Surakarta. Museum Radya Pustaka, museum yang didirikan oleh Patih Karaton Surakarta bernama Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV pada tanggal 28 Oktober 1890, semasa pemerintahan Sri Susuhunan Pakoe Boewono IX memegang tampuk pimpinan, hingga penghujung tahun 1990 sudah genap berusia satu abad dan masih berdiri kokoh hingga saat ini. Disebutkan pula bahwa Museum Radya Pustaka konon merupakan museum tertua di Indonesia yang terletak di Jalan Slamet Riyadi, kompleks Taman Sriwedari. Museum ini juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional oleh Kementerian Budaya dan Pariwisata Indonesia. Menurut Undang – Undan No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Tetapi akhir – akhir ini, kondisi museum sangat memprihatinkan dan sangat bertentangan dengan arti dari cagar budaya , Museum yang diresmikan Presiden Soekarno 55 tahun silam itu tak setenar dahulu kala. Sekarang keberadaan museum malah tak banyak membuat para wisatawan untuk tertarik mengunjunginya, padahal tempat wisata lain di Kota Surakarta sedang kebanjiran pengunjung tetapi itu tidak terjadi pada museum Radya Pustaka . Tempat wisata lain mungkin lebih menyuguhkan ketenaran dan atraksi mereka sehingga menjadi lebih menarik pengunjung. Oleh karena itu dengan sedang berkembangnya kota Surakarta di dunia nasional maupun internasional, maka penulis pun ingin merevitalisasi museum Radya Pustaka Surakarta sebagai pusat penelitian dan pendidikan budaya di Jawa Tengah. Mengapa Jawa Tengah? Karena Kota Solo merupakan ikon Kota di Jawa Tengah dan Kebudaayaan Jawanya yang sangat kental berupa peninggalan baik perilaku Jawa maupun benda – benda seni Jawa lainnya terdapat banyak di Kota Surakarta. Selain itu, banyaknya para pelajar ataupun mahasiswa yang ingin belajar mengenai benda budaya Jawa Tengah pada umumnya dan Kota Surakarta pada khususnya tetapi belum mempunyai tempat yang secara khusus disediakan untuk mengenal budaya Jawa Tengah. Para wisatawan asing pun banyak yang datang untuk melihat benda – benda cirri khas budaya Solo tetapi mereka sering kesulitan mencari lokasi yang lengkap untuk mempelajari benda seni dan budaya Solo. Data dan Potensi Definisi museum menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 1995 tentang pemeliharaan dan pemanfaatan benda cagar budaya di museum, museum adalah lembaga tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan bukti-bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.Museum menurut International Council of Museums (ICOM) adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, memperoleh, merewat, menghubungkan, dan memamerkan artefak-artefak perihal jati diri manusia dan lingkungannya untuk tujuan – tujuan studi, pendidikan dan rekreasi. Wawan Yogaswara menyebutkan bahwa persyaratan berdirinya sebuah museum adalah: 1. Lokasi museum Lokasi harus strategis dan sehat (tidak terpolusi, bukan daerah yang berlumpur/tanah rawa). 2. Bangunan museum Bangunan museum dapat berupa bangunan baru atau memanfaatkan gedung lama. Harus memenuhi prinsip-prinsip konservasi, agar koleksi museum tetap lestari. Bangunan museum minimal dapat dikelompok menjadi dua kelompok, yaitu bangunan pokok (pameran tetap, pameran temporer, auditorium, kantor, laboratorium konservasi, perpustakaan, bengkel preparasi, dan ruang penyimpanan koleksi) dan bangunan penunjang (pos keamanan, museum shop, tiket box, toilet, lobby, dan tempat parker). 3. Koleksi Koleksi merupakan syarat mutlak dan merupakan rohnya sebuah museum, maka koleksi harus: (1) mempunyai nilai sejarah dan nilai-nilai ilmiah (termasuk nilai estetika); (2) harus diterangkan asal-usulnya secara historis, geografis dan fungsinya; (3) harus dapat dijadikan monumen jika benda tersebut berbentuk bangunan yang berarti juga mengandung nilai sejarah; (4) dapat diidentifikasikan mengenai bentuk, tipe, gaya, fungsi, makna, asal secara historis dan geografis, genus (untuk biologis), atau periodenya (dalam geologi, khususnya untuk benda alam); (5) harus dapat dijadikan dokumen, apabila benda itu berbentuk dokumen dan dapat dijadikan bukti bagi penelitian ilmiah; (6) harus merupakan benda yang asli, bukan tiruan; (7) harus merupakan benda yang memiliki nilai keindahan (master piece); dan (8) harus merupakan benda yang unik, yaitu tidak ada duanya. 4. Peralatan museum Museum harus memiliki sarana dan prasarana museum berkaitan erat dengan kegiatan pelestarian, seperti vitrin, sarana perawatan koleksi (AC, dehumidifier, dll.), pengamanan (CCTV, alarm system, dll.), lampu, label, dan lain-lain. 5. Organisasi dan ketenagaan Pendirian museum sebaiknya ditetapkan secara hukum. Museum harus memiliki organisasi dan ketenagaan di museum, yang sekurang-kurangnya terdiri dari kepala museum, bagian administrasi, pengelola koleksi (kurator), bagian konservasi (perawatan), bagian penyajian (preparasi), bagian pelayanan masyarakat dan bimbingan edukasi, serta pengelola perpustakaan. Museum Radya Pustaka didirikan pada tanggal 28 Oktober 1890 Masehi atau pada hari Selasa Kliwon tanggal 15 Maulud 1820 Ehe (tahun Jawa) ini menyimpan berbagai koleksi dari R.T.H. Djojohadiningrat II. Beliau adalah pemrakarsa Perkumpulan Paheman Radya Pustaka yang didirikan oleh K.R.A. Sosrodiningrat IV pada saat menjabat sebagai patih di masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwana IX. Di depan gedung, terpajang patung Ranggawarsito, pujangga terkenal keraton Surakarta. Patung ini diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 11 November 1953. Awalnya museum ini berada di salah satu ruang di kediaman KRA Sosrodiningrat IV di Kepatihan yang bernama Panti Wobowo. Kemudian atas prakarsa Paku Buwana X, museum lantas dipindahkan ke Loji Kadipolo pada tanggal 1 Januari 1913. Gedung Loji Kadipolo yang menjadi lokasi museum sekarang ini tanahnya dibeli oleh Sri Susuhunan Paku Buwana X dari seorang Belanda bernama Johannes Buselaar seharga 65 ribu gulden Belanda dengan akta noktaris 13/VII tahun 1877 nomor 10 tanah eigendom. Di halaman depan museum terdapat patung setengah badan R. Ng. Ranggawarsita. Buku karya Ranggawarsita dan pujangga lainnya yaitu Yasadipura yang berisi ungkapan falsafah, tuntunan hidup, kisah raja, sejarah, sastra, dan lainnya terhimpun di museum ini. Museum tersebut memiliki banyak koleksi budaya terutama budaya Jawa Tengah karena merupakan peninggalan kraton Kasunanan. Koleksi tersebut antara lain perangkat gamelan kuno, organ gamelan mirip piano, koleksi uang kuno, kepala perahu kuno, termasuk patung topeng kyai Rajamala, berbagai jenis wayang, berbagai macam kerisaneka macam patung kuno dari batu dan perunggu, bermacam jenis payung dan lain-lainnya dipajang di dalam museum ini. Museum Radaya Pustaka Surakarta pada zaman dahulu adalah museum yang sangat terkenal. Tetapi sekarang pengunjung museum tersebut sangat sepi dibandingkan dengan dahulu. Dengan karcis rata-rata perharinya Radya Pustaka hanya didatangi sekitar 50 pengunjung. Hal itu dikarenakan keberadaan museum yang kurang terawat dengan baik. Lantai dan dindingnya kotor, terkesan tidak terawat. Penataan barang-barang koleksi museum juga tidak rapi dan tidak tertata dengan baik. Masyarakat merasa kurang nyaman kalau berkunjung ke museum ini, karena udara di dalam ruangan yang pengap dan pencahaayaan yang kurang sehingga gelap. Tempat pelestarian benda seni dan budaya itu pun semakin diajuhi oleh kalangan wisatawan. Selain fisik bangunan museum, keberadaan koleksi museum juga terlihat kotor dan semrawut. Bahkan dalam beberapa waktu terjadi tindakan pencurian benda-benda pusaka seperti arca, keris, naskah kuno, dan beberapa benda bersejarah lainnya hingga pemalsuan benda pusaka. Selain itu hampir seluruh koleksi wayang kulit koleksi museum Radya Pustaka Solo diyakini sudah dipalsukan. Koleksi itu meliputi wayang purwa, wayang gedog dan wayang klithik yang jumlahnya mencapai hampir seratus buah. Banyaknaya pencurian dan pemalsuan tersebut dikarenakan karena lemahnya pengelolaan museum, khususnya soal penjagaan dan buruknya kualitas SDM pengelola museum, sehingga setelah diselidiki ternyata kepala museum beserta karyawannya yang terlibat dalam pencurian dan pemalsuan koleksi museum tersebut. Terjadinya persengketaan lahan yang masih berlanjut pun memperburuk citra museum radaya pustaka di kalangan masyarakat. Keberadaan Museum ini dilindungi oleh Undang-Undang Cagar Budaya yang merupakan adaptasi dari Undang-Undang Agraria atau Agrarische Wet 1870 dimana dalam undang-undang tersebut tercantum pasal-pasal tentang perlindungan terhadap hak kepemilikan tanah bagi orang Belanda dan Museum Radya Pustaka termasuk dalam wilayah cakupan undang-undang tersebut karena tanahnya eigendom. Museum Radya Pustaka mendapatkan koleksi-koleksinya dari beberapa sumber antara lain sumbangan dari orang-orang yang peduli terhadap kebudayaan Jawa khususnya, juga dari hasil pembelian, atau ada juga dari hasil penggalian. Museum Radya Pustaka mempekerjakan orang-orang yang ahli dan professional yang dapat melakukan perawatan dan pemeliharaan benda koleksi dengan kesalahan yang minim. Perpustakaan museum di museum sebagai penunjang pembelajaran, pendidikan dan penelitian masih terlihat sangat kecil yaitu dengan memanfaatkan sisi sebelah kiri ruang. Dengan jumlah pengunjung maksimal yang bisa masuk hanya sekitar 10 orang. Dengan begitu maka harus bergantian jika ingin belajar di perpustakaan tersebut. Namun koleksi buku kuno lumayan lengkap dengan tenaga pengajar yang berpengalaman di bidang sejarah dan budaya dapat menunjang dalam kegiatan pembelajaran. Museum Radya Pustaka sangat berperan dalam menjaga kelestarian budaya khususnya budaya Jawa dengan melakukan kegiatan-kegiatan pembinaan masyarakat di bidang budaya, kesenian, ilmu pengetahuan, dan bidang pariwisata. Ketika orang Jawa menganggap budayanya adiluhung, maka museum Radya Pustaka menyikapinya dengan menjadi fasilitas bagi pelestarian benda-benda hasil budaya dan pelestarian kegiatan-kegiatan budaya sehingga orang Jawa khususnya tidak kehilangan jatidirinya sebagai orang Jawa yang berbudaya Jawa. Strategi 1. Mengembalikan keberadaan museum kepada pemerintah karena merupakan cagar budaya atau bekerjasama antara pihak yayasan dan pihak pemerintah dalan pengelolaannya 2. Merevitalisasi dan memelihara bangunan fisik museum baik di luar gedung maupun di dalam gedung secara berkelanjutan 3. Menambah ruang konservasi, ruang audio visual maupun perpustakaan yang dapat menunjang media pembelajaran dan penelitian bagi pelajar, mahasiswa ataupun masyarakat umum. 4. Menambah, menjaga dan merawat koleksi musem Radaya Pustaka dengan dibantu oleh para budayawan terutama koleksi kitab kuno, wayang, gamelan dan batik sebagai warisan budaya dunia. 5. Mempromosikan keberadaan museum sebagai yaitu sebagi pusat penelitian dan pendidikan budaya khusunysa budaya Jawa melalui pemerintah kota, akademisis atau mahasiswa, swasta (budayawan dan LSM lainnya) dan masyarakat Surakarta. Kesimpulan Museum Radya Pustaka seharusnya bisa menjadi pusat pendidikan dan penelitian budaya Jawa. Hal itu dikarenakan banyaknya koleksi benda seni dan budaya Jawa yang berada di museum tersebut. Selain itu letaknya yang berada di Surakarta (sebagai ikon Jawa Tengah) juga akan dapat mengangakat nama museum tersebut ke dunia internasional, sebagaimana Kota Surakarta sudah mendunia. Museum yang telah menjadi cagar budaya tersebut juga perlu dilakukan revitalisasi setelah terjadinya kesepakatan kepemilikan lahan oleh pemerintah supaya kelihatan lebih menarik bagi para pengunjung. Di museum juga perlu ditambahkan mengenai hal – hal yang berkaitan dengan media pembelajaran yaitu ruang perpustakaan yang diperlebar, ruang audio vosual mengenai seni dan budaya, ruang observasi budaya, dan runag pendopo sebagai tempat berkumpul untuk berdiskusi masalah budaya. Perbaikan dan penambahan koleksi museum terutama batik Solo, wayang dan gamelan sebagai warisan budaya dunia menjadi hal yang segera perlu dilakukan mengingat nama museum yang sudah tercemar karena banyak benda koleksi museum yang dipalsukan. Dan cara lain yaitu hanya memamerkan replika koleksi , sedangakan yang asli disimpan jadi bila terjadi pencurian maka yang dicuri adalah replika koleksi. Banyaknya benda – benda museum yang hilang perlu menjadi perhatian khusus bagi para aktor manajemen museum Radya Pusataka. Para actor, yaitu yaitu Komite Museum Radya Pustaka, Pemerintah Kota melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kemeterian Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah, Akademisi Budaya dan Sejarah, Budayawan Surakarta, lembaga swasta lainnya dan tentu saja masyarakat seharusnya bisa saling bekerja sama dan profesionalitas dalam mengelola museum. Kualitas sumber daya manusia dan manajemen pengelolaan museum harus terlebih dahulu ditingkatkan sehingga sistem pengelolaan museum dapat terjadi secara professional. Sarana promosi melalui media elektronik maupun cetak harus selalu dilakukan guna memperbaiki nama museum tersebut seperti dahulu lagi. Selain itu peran aktif masyarakat dan budayawan juga dapat meningkatkan potensi yang terdapat dalam museum tersebut dengan cara terus menyumbangkan ide maupun benda budaya dan seni agar dapat melengkapi koleksinya untuk mengembangkan museum budaya tersebut sebagai pusat pendidikan dan penelitian budaya Jawa.